Wartawan VOA Michael Bowman melaporkan, mantan penjabat Jaksa Agung AS Sally Yates mengatakan kepada sebuah panel Senat bahwa dia memberi tahu Gedung Putih lebih dari dua minggu sebelum Presiden Trump memecat Flynn karena telah berbohong tentang kontaknya dengan duta besar Rusia untuk Amerika Serikat.
Presiden Trump memecat Michael Flynn pada pertengahan Februari setelah media melaporkan bahwa penasihat keamanan nasional itu berbohong kepada Wakil Presiden Mike Pence. Sally Yates mengatakan kepada para senator bahwa dia memberi tahu penasihat hukum Gedung Putih mengenai situasi tersebut pada akhir Januari, setelah Pence menyatakan bahwa Flynn belum pernah berhubungan dengan duta besar Rusia.
"Wakil presiden dan yang lainnya berhak mengetahui bahwa informasi yang mereka sampaikan kepada rakyat Amerika tidak benar ... Orang-orang Rusia itu juga tahu tentang apa yang telah dilakukan Jenderal Flynn, dan orang-orang Rusia itu juga tahu bahwa Jenderal Flynn telah membohongi wakil presiden," kata Sally Yates.
Situasi tersebut membuat mantan penjabat jaksa agung ini khawatir. "Itu menciptakan situasi yang lemah, situasi di mana penasihat keamanan nasional, pada dasarnya, dapat diperas oleh orang-orang Rusia," lanjutnya.
Pejabat senior Gedung Putih sebelumnya menggambarkan peringatan Yates sebagai nasihat informal yang tidak perlu segera diatasi.
Beberapa jam sebelum sidang dengar pendapat itu, media melaporkan bahwa mantan Presiden Barack Obama telah memperingatkan Trump agar berhati-hati dengan Flynn, dalam sebuah pertemuan beberapa hari setelah pemilihan November. Hal ini dikonfirmasikan oleh Gedung Putih.
Kata juru bicara Gedung Putih Sean Spicer, "Presiden Obama sudah menunjukkan bahwa dia tidak suka pada Jenderal Flynn. Jika Presiden Obama benar-benar khawatir soal Jenderal Flynn, mengapa dia tidak mencabut izin akses ke informasi rahasia untuk Jenderal Flynn, yang baru saja mereka setujui kembali sebulan sebelumnya?."
Beberapa anggota panel kongres itu menyelidiki isu yang lebih besar.
Senator Lindsey Graham dari Partai Republik bertanya, "Apakah Anda tahu ada bukti yang menunjukkan bahwa, dalam kampanye 2016, orang dalam kampanye Trump berkolusi dengan pemerintah atau badan intelijen Rusia?"
"Jawaban saya atas pertanyaan itu mengharuskan saya mengungkapkan informasi rahasia, jadi saya tidak dapat menjawabnya," jawab Sally Yates.
Namun campur tangan Rusia dalam pemilihan di AS tidak diragukan, menurut mantan Direktur Intelijen Nasional James Clapper.
"Jika pernah ada seruan keras untuk waspada dan mengambil tindakan untuk melawan ancaman terhadap landasan sistem politik demokrasi kita, peristiwa ini merupakan alasan yang tepat," kata James Clapper.
Clapper mengatakan keberhasilan Rusia tahun lalu akan membuat Moskow lebih berani untuk terus ikut campur dalam pemilihan di Amerika Serikat dan di seluruh dunia. [as/ab]