Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat lebih dari 156 ribu orang mengungsi akibat gempa Lombok. Mayoritas berada di kawasan utara pulau ini, yang terkena dampak paling parah. Ratusan ribu pengungsi ini mayoritas tinggal di tenda-tenda plastik, yang mereka dirikan di kebun, halaman rumah, maupun persawahan. Sangat sedikit yang tinggal di pusat pengungsian.
Keluarga Fauzi, warga Malaka, Lombok Utara termasuk salah satunya. Rumahnya roboh, sementara rumah anaknya masih berdiri tetapi dalam kondisi miring. Bersama istri, dua menantu dan cucu-cucunya, Fauzi memilih tinggal di gubug kecil tepi jalan, beberapa kilometer di utara kawasan wisata Pantai Senggigi. Rabu malam, Fauzi menikmati makan dengan nasi, mie instan, tumis tempe dan ikan goreng tangkapan dari laut.
“Hanya bantuan dari pribadi-pribadi yang sudah ada, ini bantuan sembako dari kami, kata mereka. Tetapi belum ada yang dari pemerintah. Mereka bilang, tinggal di Mataram. Bantuan dari dari mana saja, dari etnis Tionghoa ada, dari bule ada, dari orang Arab juga ada. Mereka memberi kami bantuan ala kadarnya, untuk kami makan,” ungkap Fauzi.
Kawasan di luar kota Mataram, sepanjang jalan antara Senggigi hingga Kecamatan Pemenang aliran listrik masih padam. Menantu Fauzi membeli genset hari Selasa lalu, karena anaknya yang masih bayi terus menangis di kegelapan. Ada satu tetangga mereka yang meninggal dunia Minggu malam lalu, akibat tertimpa reruntuhan bangunan.
BNPB sendiri mencatat, hingga Rabu (8/8) petang ada 131 korban meninggal dunia akibat gempa Lombok. Sebanyak 42.239 unit rumah dan 458 sekolah dinyatakan rusak. Di berbagai kawasan, bangunan kantor pemerintah, pusat layanan kesehatan, dan rumah ibadah juga banyak mengalami kerusakan.
Kota Mataram sendiri, sebagai ibukota Provinsi Nusa Tenggara Barat, relatif aman dari bencana gempa. Kehidupan masyarakat berjalan normal, demikian juga listrik, saluran komunikasi dan akses internet. Perkantoran, hotel, dan pusat kegiatan ekonomi beroperasi seperti biasa. Dampak gempa baru terlihat sekitar 5 kilometer di luar kawasan kota, di daerah perbukitan dimana hampir sejauh mata memandang, rumah-rumah warga roboh.
Muhammad Ulil Huda, dari Posko Pengungsi Kecamatan Pemenang, Lombok kepada VOA mengatakan, wilayahnya menjadi salah satu yang menerima dampak paling besar. Sangat sedikit rumah yang masih berdiri, dan seluruh warga sejak Minggu malam memutuskan tidur di tenda. Sayangnya, bantuan logistik belum maksimal, sehingga Ulil dan rekan-rekannya membentuk tim pencari bantuan, terutama dari kota Mataram.
“Masalahnya kini, banyak warga kita yang menjadi korban gempa ini, yang sedikit sekali mendapatkan bantuan logistik. Makanya kita terus bergerak, untuk mencarikan mereka bantuan, untuk kemudian kita pasok sehingga mereka tidak kekurangan apa yang dibutuhkan itu,” ujar Huda.
Kecamatan Pemenang adalah kota asal pelari muda Lalu Muhammad Zohri. Hari Rabu (8/8) siang, Tim Basarnas, dengan dukungan tim gabungan dan sejumlah relawan memusatkan upaya evakuasi di Masjid Jamiul Jamaah, di Desa Karang Pangsor. Sekitar pukul 12 siang, tim berhasil mengevakuasi Salamah, korban meninggal tertimpa bangunan masjid. Salamah merupakan bibi dari Muhammad Zohri.
Kusmayadi dari lembaga relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) menilai, masalah pengungsi dan distribusi banyak terjadi di wilayah bencana. Tidak setiap daerah sudah memiliki mitigasi bencana yang baik, sehingga ketika terjadi bencana, baik pemerintah maupun masyarakatnya tidak paham apa yang harus dilakukan. Lombok belum tercatat mengalami bencana alam dalam skala besar sebelumnya, sehingga penanganannya tidak tertata dengan baik.
“Dari pengalaman kami di berbagai bencara, memang ada wilayah yang pemerintahnya siap, ada juga yang tidak siap. Kalau seperti di NTB ini kan belum pernah terjadi bencana besar, sehingga ketika terjadi bencana besar seperti saat ini, sistem pemerintahannya hampir lumpuh. Dan memang, bencana gempa kali ini merusak sebagian besar infrastruktur dan pemerintahannya sendiri terdampak. Jadi ini menjadikan semua sistem itu tidak berjalan, karena mereka sendiri menjadi bagian yang terdampak,” papar Kusmayadi.
Dari sudut pandang upaya pasca bencana, Kusmayadi merekomendasikan tiga langkah strategis. Pertama adalah memperbaiki saluran listrik, karena cukup vital terutama mendukung sarana komunikasi. Pemerintah juga didesak segera mengatasi masalah air bersih, karena jika tidak potensi penyakit akan menjadi bencana ikutan.
Pemerintah sebaiknya juga segera membuat kepastian mengenai apa yang akan diberikan kepada korban. Jika sudah jelas apa langkah lanjutan yang akan dilakukan, korban akan cenderung lebih cepat mengambil keputusan langkah perbaikan. “Apakah akan ada bantuan untuk korban? Semacam subsidi perbaikan rumah. Jika ada, saya yakin masyarakat akan cepat bergerak. Sekarang ini mereka menunggu,” pungkas Kusmayadi. [ns/em]