Lumpur vulkanik raksasa yang menyembur lima tahun lalu di dekat sebuah tempat pengeboran gas di Indonesia masih memuntahkan lumpur beracun. Lumpur itu telah menghancurkan desa-desa di Jawa Timur dan para ilmuwan mengatakan lumpur tersebut akan terus keluar hingga tahun-tahun mendatang.
Warga setempat, Isman, memberi makan ayam dan sapi di belakang rumah iparnya di Desa Gempolsari. Laki-laki berusia 56 tahun itu sebelumnya adalah seorang buruh bangunan, tetapi kini hidup sederhana dari hasil unggas miliknya. Lima tahun lalu, lumpur vulkanik menyembur di dekat tempat tinggalnya dan menghancurkan rumah serta harta miliknya, demikian juga dengan perekonomian setempat.
Selagi terus menghamburkan lumpur beracun dan gas yang mencemari udara, warga Gempolsari yang sebelumnya merupakan komunitas nelayan dan buruh pabrik yang aktif, telah meninggalkan desa mereka.
Isman hanyalah satu dari ribuan korban di kabupaten Sidoarjo yang masih menanti janji kompensasi. Ia mengatakan perusahaan pengeboran gas yang diyakini bertanggungjawab atas semburan tersebut, berhutang 30 persen atas kerugian yang berjumlah seribu dolar. Ia membutuhkan uang itu untuk membangun kembali rumahnya dan melanjutkan kehidupannya.
Semburan lumpur Sidoarjo suatu waktu memuntahkan lumpur yang cukup untuk mengisi 50 kolam renang ukuran Olimpik, menenggelamkan 12 desa dan merusak desa-desa lainnya dengan parah. Lebih dari 40 ribu orang telah diungsikan.
Pemerintah Indonesia mengatakan semburan lumpur akhirnya telah meperlambat hingga 10 ribu kubik meter lumpur, air dan gas per hari. Pada tingkat itu danau lumpur sangat besar yang ditahan oleh tanggul-tanggul masih bisa teratasi.
Ilmuwan-ilmuwan internasional baru-baru ini bertemu di Surabaya untuk membahas perkembangan semburan lumpur tersebut.
Richard Davies, seorang ahli geologi dari Universitas Durham di Inggris mengatakan di Surabaya bahwa tekanan magma vulkanik itu kini berkurang. Tetapi ada kemungkinan tekanan tersebut pelan-pelan naik lagi dan menyebabkan letusan yang bahkan lebih besar. Ia mengatakan semburan lumpur seperti itu sesuatu yang paling tidak bisa diperkirakan di dunia.
Davis mengatakan, “Perilaku (semburan lumpur itu) benar-benar tidak wajar, dan sungguh unik. Lumpur itu telah menyembur secara terus menerus selama lima tahun. Ini belum pernah terjadi dalam sistem vulkanik alamiah”.
Awalnya lumpur itu menyembur di sebuah sawah dekat tempat pengeboran gas yang dimiliki oleh Lapindo Brantas. Lapindo bersikeras bencana itu disebabkan oleh gempa bumi yang terjadi 280 kilometer dari tempat itu dua hari sebelumnya. Tetapi Davies dan geolog lainnya mengatakan pengeboran itulah yang menyebabkan semburan lumpur.
“Yang menarik letusan ini mengakibatkan suatu perkembangan yang unik di mana semburan lumpur meluas selama periode lima tahun dan bukannya dalam waktu atau sepuluh ribu tahun. Jadi kita melihat perkembangan semburan lumpur dalam jangka waktu yang sangat singkat, dan benar-benar unik, dan hal ini belum pernah terjadi dalam sejarah bumi," ujar Davies.
Meskipun Lapindo Brantas menolak bertanggungjawab, perusahaan itu sepakat untuk membayar ganti rugi kepada para korban dalam bentuk cicilan. Lapindo Brantas baru-baru ini gagal memberikan cicilan.
Ratusan korban baru-baru ini berunjukrasa di Sidoarjo menuntut Lapindo mengeluarkan sisa uang kompensasi yang berjumlah 140 juta dolar.
Kerumunan massa juga menolak rencana perusahaan itu untuk memulai sebuah proyek pengeboran baru bulan Agustus, yang letaknya hanya 2,5 kilometer dari semburan sebelumnya.
Lapindo dimiliki oleh keluarga Bakrie, yang dipimpin oleh Aburizal Bakrie – seorang pebisnis raksasa dan anggota pemerintahan koalisi. Bakrie telah menjauhkan diri dari bisnis keluarganya sejak bencana tersebut, sambil ia mempersiapkan untuk ikut kampanye presiden tahun 2014.
Nirwan Bakrie – abang Aburizal Bakrie – menjalankan roda bisnis perusahaan raksasa keluarga tersebut, yang meliputi perusahaan-perusahaan pertambangan, media dan telekomunikasi. Nirwan Bakrie menyalahkan krisis keuangan 2008 sebagai penyebab keterlambatan pembayaran ganti rugi, dan menyangkal bahwa perusahaan tersebut masih berhutang pada para korban.
Nirwan mengatakan, “Saya tidak setuju dengan persepsi kompensasi, karena apa yang telah kami lakukan adalah kami setuju untuk membeli tanah para korban, karena mereka tinggal di tanah tersebut, yang saat ini tidak bisa ditinggali lagi. Jadi kami datang dan sama-sama setuju untuk membeli tanah mereka. Mereka memberikan harga tanpa negosiasi sama sekali. Jadi kami telah membeli tanah tersebut”.
Sejak semburan tersebut, Pemerintah Indonesia telah mengeruk lumpur panas tersebut dan mengalirkannya ke sungai dan akhirnya menuju ke laut, merusak ekosistem laut dan mencemari air. Sebagian ilmuwan memperkirakan lumpur tersebut akan terus mengalir selama 26 tahun, tapi ilmuwan lainnya mengatakan lumpur itu bisa mengalir terus hingga 80 tahun.