Belum tuntasnya masalah pembayaran ganti rugi korban lumpur Lapindo tidak hanya berdampak pada perekonomian warga yang kian terpuruk. Persoalan pendidikan anak korban lumpur Lapindo menjadi salah satu permasalahan yang banyak dilupakan, terlebih setelah puluhan sekolah tergusur oleh lumpur panas.
200 lebih anak usia sekolah masih belum memperoleh kejelasan tentang kelanjutan masa depannya, pasca tenggelamnya 30 lebih gedung sekolah oleh lumpur panas Lapindo. Bantuan pemerintah kepada korban lumpur hanya sebatas bantuan sosial untuk biaya hidup, tanpa melihat kebutuhan anak-anak yang juga penting.
Sekelompok warga masyarakat membentuk 'Sahabat Anak Lumpur', sebagai bentuk kepedulian sekaligus keprihatinan terhadap pendidikan anak korban lumpur, yang kurang diperhatikan. Kelompok Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) berperan aktif dalam penggalangan dana bagi pendidikan anak-anak korban lumpur Lapindo.
Direktur Eksekutif Walhi Jawa Timur, Bambang Catur Nusantara mengatakan, gerakan donasi seribu rupiah untuk pendidikan anak korban lumpur Lapindo sangat diperlukan, termasuk melalui penjualan album lagu Pulihkan Indonesia karya para musisi yang peduli.
Ia mengatakan, “Kami bekerjasama dengan beberapa musisi untuk melakukan penggalangan sebenarnya donasi, ini aksi kampanye seribu rupiah untuk pendidikan anak korban lumpur Lapindo. Beberapa proses di waktu lalu bersama terutama teman-teman Fadli dan Rindra, untuk mengkampanyekan bagaimana yang saat ini ada kebutuhan sekitar 52 juta itu bisa terpenuhi untuk pendidikan anak-anak ini bisa terselamatkan.”
Mohammad Irsyad, perwakilan warga korban lumpur Lapindo asal Desa Besuki, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, mengakui upaya penggalangan donasi untuk pendidikan anak korban lumpur Lapindo sangat dibutuhkan, ditengah kondisi perekonomian keluarga yang tidak menentu akibat pembayaran ganti rugi yang belum juga tuntas.
“Di saat orang tuanya bermasalah soal mata pencahariannya, kemudian yang bekerja pabrik, juga banyak pabrik yang tenggelam sehingga jadi pengangguran, dan ini bermasalah dengan anak-anaknya yang bersekolah. Gerakan donasi seribu rupiah ini sangat bermanfaat sekali dan sangat diharapkan memang, dan ini sangat membantu orang tua. Ada beberapa yang terpaksa tidak sekolah karena orang tuanya memang benar-benar sudah tidak mampu lagi, ” ujar Irsyad.
Zulfikarochma, anak korban lumpur Lapindo yang masih bersekolah di Sekolah Dasar berharap pemerintah lebih peka dan peduli terhadap kondisi korban lumpur Lapindo, terutama pendidikan anak-anak yang sekolahnya menumpang di sekolah lain karena sekolah yang lama tenggelam oleh lumpur panas.
Zulfikarochma mengatakan, “Harapan saya sih, semoga pemerintah bisa melihat Desa Besuki yang sudah kena lumpur Lapindo, dan tolong, orang yang tidak mampu dikasih bantuan untuk kesehatan. Untuk anak-anak sekolah juga begitu, minta diperbaiki (gedung sekolahnya).”
Fadli, Vokalis Grup Band PADI, sebagai salah satu bagian dari gerakan Sahabat Anak Lumpur, mengajak seluruh lapisan masyarakat di Indonesia untuk terlibat dalam aksi donasi ini, untuk mengangkat pendidikan anak korban lumpur Lapindo yang kurang diperhatikan.
Ia mengatakan, “Saya mengajak semua ikut membantu, sama-sama kita bergerak untuk melakukan sesuatu buat anak-anak korban lumpur Lapindo ini.”