Lagu pujian terus dialunkan ratusan jemaat Gereja Kristen Indonesia (GKI) Taman Yasmin, Bogor dan Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelpia, Bekasi di depan Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/12).
Untuk keempat kalinya jemaat dari dua gereja di Bogor dan Bekasi ini kembali menggelar ibadah Natal di depan Istana Presiden, Jakarta, sebagai protes terhadap Presiden Joko Widodo yang dinilai mendiamkan penyegelan gereja mereka.
Mahkamah Agung sebenarnya telah memutuskan bahwa jemaat kedua gereja ini berhak mendirikan bangunan gereja di lokasinya masing-masing sebagai rumah ibadah, tetapi putusan ini diabaikan oleh Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Bupati Bekasi Neneng Hasanna Yasin yang tetap melakukan penyegelan.
Juru bicara kedua gereja tersebut, Bona Sigalingging kepada wartawan hari Jum’at (25/12) berharap Presiden Jokowi segera menjalankan putusan Mahkamah Agung yang sudah ada. Menurutnya jemaat kedua gereja berhak beribadah dengan tenang dan hal itu seharusnya dilindungi oleh negara dan bukan malah dipersulit.
"Pak Presiden Jokowi harus mengingatkan bahwa kepala daerah itu bukan raja-raja kecil, mereka adalah bagian dari Republik Indonesia yang harus patuh pada putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap. Oleh karena itu karena kedua gereja kami yang sah masih saja disegel secara ilegal oleh Bupati Bekasi dan Walikota Bogor maka kami terpaksa kembali beribadah lagi di sini, di seberang istana," ujar Bona.
Bona Sigalingging menyatakan tidak adanya koreksi pemerintah pusat atas pembangkangan hukum yang dilakukan kedua kepala daerah itu selama bertahun-tahun membuat virus pembangkangan hukum dan intoleransi menyebar ke daerah lainnya.
Dia mencontohkan bagaimana baru-baru ini pemerintah kota Tanggerang melakukan penyegelan gereja HKNP Keroncong Permai, Tangerang dengan dalih tidak ada izin, seiring dengan penolakan massa intoleran. Hal serupa terjadi di Jambi dan sejumlah tempat lainnya. Penutupan atau penyegelan gereja lanjutnya biasanya terjadi karena ada penolakan dari kelompok intoleran.
Salah satu jemaat yang ikut di depan Istana Negara Jakarta, Hanna mengatakan sebagai warga negara Indonesia, dia merasa sedih dengan kondisi seperti ini. Indonesia sebagai negara yang menjunjung kebhinekaan seharusnya kata Hanna dapat menjamin semua agama dapat beribadah dengan aman dan tenang. Dia berharap tidak ada diskriminasi lagi sehingga mereka dapat beribadah di gereja mereka.
"Mengapa kami seperti dianak tirikan jadi kami merasa sedih sekali sebagai warga negara Indonesia, kami seperti warga negara kelas dua jadi betul-betul kami merasa sedih tetapi semoga Tuhan mengampuni mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat," kata Hanna.
Sebelumnya perayaan Natal, perwakilan GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia bertemu dengan Dewan Pertimbangan Presiden Sri Adiningsih dan Sidarto Danusubroto untuk membicarakan tentang penyegelan kedua gereja itu. Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidarto Danusubroto sepakat tidak boleh ada diskriminasi terhadap warga. Sidarto juga menekankan pentingnya putusan hukum ditegakkan.
Sidarto mengatakan, "Masalah penyegelan rumah ibadah yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun ini diharapkan bisa segera dituntaskan. Hal ini akan disampaikan kepada Presiden Jokowi."
Untuk menyelesaikan masalah kedua gereja ini, menteri dalam negeri pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Gamawan Fauzi, pernah meminta pengelola GKI Yasmin dan HKBP Filadelfia mempelajari tawaran pindah atau relokasi ke tempat lain. Inisiatif itu ditolak karena mereka menilai penyegelan gereja mereka sebenarnya tidak bisa dilakukan berdasarkan putusan dari Mahkamah Agung. [fw/em]