JAKARTA —
Lebih dari 15 tahun setelah digulingkan dari kekuasaan utama, Partai Golkar masih mencoba merehabilitasi warisan mantan diktator Soeharto.
Dalam kampanye partai menjelang pemilihan anggota legislatif 9 April, Selasa (18/3), Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie memuji keberhasilan mendiang presiden dalam memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade.
"Kenapa Partai Golkar harus menang? Partai Golkar adalah satu-satunya partai yang pernah memimpin Indonesia selama 32 tahun. Tidak ada partai lain yang punya pengalaman seperti Partai Golkar memimpin Indonesia selama 32 tahun. Kita tahu selama 32 tahun dengan pimpinan Presiden Soeharto yang merupakan pendiri Partai Golkar. Beliau mengatakan bahwa Indonesia harus sejahtera," ujar Aburizal, yang akrab dipanggil Ical.
Aburizal juga menyinggung keberhasilan kader-kader politik Golkar, diantaranya Akbar Tanjung, yang pernah menjabat sebagai menteri semasa pemerintahan rezim Soeharto.
"Itulah karya dari Partai Golkar yang telah ditunjukan oleh kader-kader Partai Golkar dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto," ujarnya.
Ia menambahkan, Indonesia mengalami kemajuan pesat saat dipimpin oleh Soeharto. Menurutnya, kesejahteraan masyarakat Indonesia semakin baik pada masa Orde Baru dan kemiskinan berkurang. Presiden Soeharto bersama Golkar, tambah Aburizal,akan kembali terulang jika Golkar kembali dipercaya untuk memimpin nanti.
Selain mengangkat kembali figur mantan Presiden Soeharto di materi kampanye, juga menghadirkan dua putri mendiang Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana alias mbak Tutut dan Siti Hediati alias mbak Titiek, dalam kampanye Golkar di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Mantan aktivis gerakan mahasiswa semasa Orde Baru, Hendrik Dickson Sirait mengatakan, pengangkatan kembali figur Soeharto oleh Golkar di setiap kampanye adalah bentuk kepercayaan diri yang berlebihan dari Golkar.
"Kepercayaan diri yang berlebihan, bahwa masyarakat akan berpikir mundur ke belakang. Merindukan lagi ideologi kejayaan developmentalisme atau ideologi pembangunan gaya Orde Baru. Yang menekankan pada soal pertumbuhan ekonomi yang diimbangi dengan stabilitas politik. Nah, dalam kacamata Orde Baru stabilitas politik ya kemudian adalah anti demokrasi yang berdampak pada kejahatan pada kemanusiaan," ujarnya.
Hendrik, yang pernah dipenjara 10 bulan karena berdemonstrasi menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden pada sidang umum 1993, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, muncul gerilya politik di masyarakat yang mengkampanyekan pemikiran Soeharto.
"Ini tidak berdiri sendiri. Ini adalah sebuah proses yang sebenarnya berjalan cukup panjang. Mereka melakukan sebuah gerilya melalui budaya pop dengan misalnya memproduksi massal kaos-kaos yang ada gambar foto Soeharto dengan tulisan ‘piye kabare enak jamanku tho?’" ujarnya.
Mantan aktivis yang kemudian diculik semasa pemerintahan Soeharto pada 1996 karena dituduh sebagai dalang dari Peristiwa 27 Juli 1996 ini, atau penyerangan kantor Partai Demokrasi Indonesia, mengatakan, kampanye besar seputar Soeharto ini harus diimbangi dengan figur alternatif yang tidak terbebani oleh situasi masa lalu.
Dalam kampanye partai menjelang pemilihan anggota legislatif 9 April, Selasa (18/3), Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie memuji keberhasilan mendiang presiden dalam memimpin Indonesia selama lebih dari tiga dekade.
"Kenapa Partai Golkar harus menang? Partai Golkar adalah satu-satunya partai yang pernah memimpin Indonesia selama 32 tahun. Tidak ada partai lain yang punya pengalaman seperti Partai Golkar memimpin Indonesia selama 32 tahun. Kita tahu selama 32 tahun dengan pimpinan Presiden Soeharto yang merupakan pendiri Partai Golkar. Beliau mengatakan bahwa Indonesia harus sejahtera," ujar Aburizal, yang akrab dipanggil Ical.
Aburizal juga menyinggung keberhasilan kader-kader politik Golkar, diantaranya Akbar Tanjung, yang pernah menjabat sebagai menteri semasa pemerintahan rezim Soeharto.
"Itulah karya dari Partai Golkar yang telah ditunjukan oleh kader-kader Partai Golkar dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto," ujarnya.
Ia menambahkan, Indonesia mengalami kemajuan pesat saat dipimpin oleh Soeharto. Menurutnya, kesejahteraan masyarakat Indonesia semakin baik pada masa Orde Baru dan kemiskinan berkurang. Presiden Soeharto bersama Golkar, tambah Aburizal,akan kembali terulang jika Golkar kembali dipercaya untuk memimpin nanti.
Selain mengangkat kembali figur mantan Presiden Soeharto di materi kampanye, juga menghadirkan dua putri mendiang Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana alias mbak Tutut dan Siti Hediati alias mbak Titiek, dalam kampanye Golkar di Yogyakarta dan Jawa Tengah.
Mantan aktivis gerakan mahasiswa semasa Orde Baru, Hendrik Dickson Sirait mengatakan, pengangkatan kembali figur Soeharto oleh Golkar di setiap kampanye adalah bentuk kepercayaan diri yang berlebihan dari Golkar.
"Kepercayaan diri yang berlebihan, bahwa masyarakat akan berpikir mundur ke belakang. Merindukan lagi ideologi kejayaan developmentalisme atau ideologi pembangunan gaya Orde Baru. Yang menekankan pada soal pertumbuhan ekonomi yang diimbangi dengan stabilitas politik. Nah, dalam kacamata Orde Baru stabilitas politik ya kemudian adalah anti demokrasi yang berdampak pada kejahatan pada kemanusiaan," ujarnya.
Hendrik, yang pernah dipenjara 10 bulan karena berdemonstrasi menolak pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden pada sidang umum 1993, mengatakan dalam beberapa tahun terakhir, muncul gerilya politik di masyarakat yang mengkampanyekan pemikiran Soeharto.
"Ini tidak berdiri sendiri. Ini adalah sebuah proses yang sebenarnya berjalan cukup panjang. Mereka melakukan sebuah gerilya melalui budaya pop dengan misalnya memproduksi massal kaos-kaos yang ada gambar foto Soeharto dengan tulisan ‘piye kabare enak jamanku tho?’" ujarnya.
Mantan aktivis yang kemudian diculik semasa pemerintahan Soeharto pada 1996 karena dituduh sebagai dalang dari Peristiwa 27 Juli 1996 ini, atau penyerangan kantor Partai Demokrasi Indonesia, mengatakan, kampanye besar seputar Soeharto ini harus diimbangi dengan figur alternatif yang tidak terbebani oleh situasi masa lalu.