700 lebih warga asal Jawa Timur, yang dipulangkan dari Kalimantan karena terkait Gafatar, menjadi perhatian khusus bagi pemerintah. Gubernur Jawa Timur Soekarwo mendesak pihak Kepolisian mengusut inisiator serta pelaku yang melakukan perekrutan.
Soekarwo menegaskan persoalan Gafatar bisa saja terkait kejahatan, karena diduga ada aliran dana yang dihimpun dari masyarakat yang menjadi anggotanya. Dari kesaksian mantan anggotanya, banyak pengikut Gafatar rela menjual rumah dan harta benda hanya untuk menjadi anggota
“Inisiatornya itu jangan kemudian angkat tangan, ini yang kita minta diurus, siapa sebetulnya yang menjadi inisiator, konstruksinya seperti itu. Jadi tidak boleh kemudian terus inisiatornya nyalah-nyalahkan pemerintah, wong dia kemudian yang membawa ke sana. Kalau memang ada setoran uang yang dikumpulkan dia ya biar dicek sama polisi ke mana kemudian. Ya yang jelas itu korban harus dibantu, tapi yang kemudian menjadi inisiator dan menjadi intelektual crime kalau kejahatan itu, harus polisi yang kemudian ngecek,” kata Soekarwo.
Kepala Bidang Integrasi, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Bakesbangpol) Provinsi Jawa Timur, Cahyo Widodo mengatakan, banyaknya warga yang dilaporkan hilang dan diduga bergabung dengan Gafatar, merupakan bukti pemahaman masyarakat masih sangat rendah terhadap suatu organisasi atau kelompok yang diikuti.
Cahyo mengajak masyarakat tidak mudah terpengaruh ajakan yang memberikan janji kemakmuran, termasuk dari kelompok berbasis agama yang tidak sesuai dengan Pancasila.
“Kita mengharapkan masyarakat harus hati-hati, hati-hati dan selektif itu untuk setiap organisasi yang menawarkan kegiatan. Dan kedua, kalau itu memang ada tokoh-tokoh yang resmi, organisasinya sudah resmi itu yang bagus. Kemudian langkah-langkah kalau terkait dengan keagamaan nah tentunya kita kan bisa melihat apakah sesuai dengan ajaran agama atau belum, kalau seandainya ada dirasakan tidak sesuai dengan ajaran agama, tentunya konsultasinya pada pimpinan agama yang organisasi keagamaan yang besar diakui oleh negara yang sudah ada di masyarakat, itu utamanya,” kata Cahyo Widodo, Kabid Integrasi Bakesbangpol Provinsi Jawa Timur.
Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Surabaya memastikan sinergi tiga pilar, yakni antara Polisi, TNI dan aparat pemerintahan di tingkat desa, akan terus ditingkatkan, sebagai upaya mencegah berkembangnya paham radikal maupun yang dianggap menyimpang dari Undang-undang.
Kapolrestabes Surabaya Kombes Pol. Iman Sumantri mengajak masyarakat selalu mewaspadai hal ganjildi lingkungan tempat tinggalnya, untuk segera dilaporkan kepada pihak berwajib. Kepedulian masyarakat dianggap faktor penting, untuk mencegah gerakan kelompok-kelompok yang meresahkan bebas tumbuh dan berkembang.
“Sekarang yang kita harapkan adalah kepedulian daripada masyarakat terhadap lingkungannya. Ada hal yang janggal yang tidak biasa, itu segera secara berjenjang dirapatkan di RT atau melaporkan ke aparat terkait yang ada untuk kita melihat dan mempelajari. Bukan malah main hakim sendiri, mempelajari apa ini melanggar atau tidak, arahnya ke mana kita pantau terus. Seharusnya itu saling peduli, aparatnya juga peduli dengan permasalahan masyarakat, masyarakat juga peduli dengan lingkungannya,” kata Kombes Pol. Iman Sumantri, Kapolrestabes Surabaya. [pr/ab]