Pemerintah akan menerbitkan surat utang pemulihan (recovery bond) untuk membantu pengusaha yang sedang kesulitan akibat wabah virus corona (Covid-19).
Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono mengatakan pemerintah akan kembali memberikan stimulus ekonomi untuk menjaga kelangsungan dunia usaha. Salah satunya yaitu dengan menerbitkan surat utang pemulihan dalam rupiah yang dapat dibeli Bank Indonesia dan swasta.
Menurutnya dana itu nantinya akan dipegang pemerintah dan disalurkan ke pengusaha melalui kredit dengan bunga ringan untuk membangkitkan dunia usaha yang sedang terpuruk.
"Dengan syarat perusahaan tersebut tidak boleh PHK. Atau kalaupun PHK harus mempertahankan 90 persen karyawannya dengan gaji yang tidak boleh kurang dari sebelumnya," jelas Susiwijono dalam konferensi pers di Gedung BNPB, Jakarta, Kamis (26/3).
Susiwijono menambahkan pemerintah akan membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk penerbitan surat utang ini. Perppu ini ditargetkan sudah selesai dibuat Kementerian Keuangan pada Jumat (27/3) besok.
Selain itu, pemerintah juga akan memberikan bantuan sosial melalui BP Jamsostek kepada pekerja di sektor formal. Bantuan ini diharapkan dapat menjaga daya beli pekerja dan menjaga kestabilan ekonomi.
"Kita akan besarkan dana operasional BP Jamsostek untuk memberikan bansos yang besarnya masing-masing Rp1 juta, plus insentif Rp1 juta selama empat bulan, jadi Rp5 juta per orang," ujarnya.
Sementara untuk pekerja informal dan usaha kecil (UMKM), pemerintah akan memberikan bantuan pelatihan senilai Rp1 juta dan insentif sebesar Rp1 juta selama bulan. Dengan demikian total bantuan sebesar Rp5 juta sama dengan pekerja di sektor formal.
INDEF : Rencana Penerbitan Surat Utang Terlalu Berisiko
Menanggapi itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov menilai rencana pemerintah menerbitkan surat utang untuk pengusaha terlalu berisiko. Ia khawatir jika ada perusahaan yang tidak sanggup membayar, maka akan menjadi beban pemerintah.
Ia juga meminta pemerintah mengkaji lebih dalam pengusaha yang akan menerima bantuan kredit dengan melihat permasalahannya terkait virus corona atau sudah jauh sebelum ada wabah.
"Padahal kita tahu rasio utang pemerintah terhadap PDB sudah 30 persen, jadi sudah cukup besar. Jangan sampai risikonya akan menjadi beban pemerintah. Kalaupun pemerintah mau memberikan bantuan itu mestinya sifatnya B to B (business to business) mendorong dilakukan restrukturisasi utang," jelas Abra kepada VOA, Kamis (26/3).
Abra juga menilai pemberian bantuan sosial dalam bentuk program kartu prakerja atau pelatihan tidak efektif dilakukan di tengah wabah Covid-19. Ia beralasan penyerapan tenaga kerja saat ini sedang tidak ada karena lesunya perekonomian saat ini.
Ia juga mengusulkan ke pemerintah agar bantuan tidak berupa uang tunai semuanya, melainkan disertai bantuan kebutuhan pokok. Ia khawatir masyarakat tidak dapat mencukupi kebutuhan pokok jika semua bantuan berupa uang tunai. Sebab, masih ada potensi kelangkaan dan mahalnya kebutuhan pokok di tengah wabah Covid-19. [sm/em]