Semasa pandemi COVID-19, satu dari empat kelompok yang menjadi perhatian perwakilan Republik Indonesia di seluruh dunia, termasuk tentunya KBRI di Washington, DC, adalah lanjut usia (Lansia). Alasannya, jelas karena kelompok usia itu paling berisiko tinggi fatal terkena penyakit akibat virus corona.
Dengan media sosial, Satgas COVID-19 KBRI menjangkau diaspora Indonesia usia lanjut dan menawarkan sosok virtual untuk menemani mereka dalam menaati perintah tinggal di rumah.
Setiap pagi, Yettry Syamsuddin, usia 70 tahun, mendapat pesan berisi salam dan doa.
“Apa kabar, Ibu? Sehat dan selalu bersemangat ya…Ada yang bisa dibantu hari ini?”
Pesan serupa, ia terima setiap malam sebelum tidur.
Di antara pesan-pesan itu, ia menerima gambar-gambar, foto-foto, atau berita singkat yang lucu atau inspiratif, dan diajak jalan-jalan ke museum atau taman nasional, walaupun secara virtual.
Ia juga dikirimi thermometer untuk memeriksa suhu tubuh kalau-kalau demam. Dan tawaran bantuan harian berulang disampaikan.
Yettry, yang tinggal bersama suami di Germantown, Maryland, mengaku senang karena merasa diperhatikan. Manfaat lain yang ia rasakan,
“Kan biasanya diam-diam saja karena masing-masing punya WA. Sekarang jadi ada kontak di antara yang Lansia,” kata Yettry.
Yettry adalah satu dari lebih 400 diaspora Indonesia Lansia yang menjadi target perhatian Satgas COVID-19 KBRI di Washington, DC. Ketua Satgas Theodorus Satrio Nugroho mengatakan, “COVID ini benar-benar, semua serba baru. Akhirnya yang terjadi, panik, banyak hoaks. Bingung kita, mana hoaks mana benar. Bayangkan saja, kalangan para ahli pada bingung, pakai obat yang mana, rapid test ini benar atau tidak akurasinya, pakai masker atau tidak? Para ahli saja bingung apalagi teman-teman Lansia? Itu harus dijaga. Tetapi, mereka juga tetap harus bisa berkomunikasi dengan yang lain. Salah satunya adalah melalui grup ini.”
Theodorus menunjuk grup dalam WhatsApp yang biasa dikenal dengan WA. Dalam media sosial itu, ia membagi diaspora Indonesia Lansia dalam sekitar 20 kelompok. Tiap kelompok terdiri atas 20 orang dan dikelola koordinator, yang berlatar belakang medis.
Theodorus memaparkan sejumlah program yang direncanakan.
“Dancing, lalu juga ada olahraga, terapi untuk orang tua dan muda, latihan pernafasan enam menit untuk sehat, bisa dilakukan oleh orang tua karena gerakannya tidak butuh tempat, kakinya tidak banyak bergerak, yang lebih banyak bergerak tangan, badan dan kepala. Bersama-sama tentu akan lebih menarik dibanding kalau sendiri,” ujarnya.
Dr. Aliah Purwakania Hasan pada Himpunan Psikologi Indonesia (HimPsI) menekankan pentingnya pendampingan bagi Lansia, dalam menghadapi wabah. “Dukungan sosial itu sangat penting, terutama bagi Lansia. Di mana fasilitas Kesehatan yang bisa diakses, kemudian apa yang harus dilakukan bila (ada) tanda-tanda terkena virus itu, misalkan, demam,” tukasnya.
Aliah menyatakan dukungannya atas support group yang dibentuk Satgas COVID-19 KBRI. Grup khusus Lansia, menurut Aliah, adalah bantuan psikologis yang sangat besar karena memungkinkan sesama Lansia saling memberi dukungan, apabila salah seorang dari anggota grup menghadapi satu isu.
Psikolog lain, Dr. Octaviani Ranakusuma pada Universitas Yarsi di Jakarta mengatakan, wabah virus corona dan pembatasan sosial berskala besar memunculkan kekhawatiran, dan itu terjadi pula pada kalangan Lansia. Situasi itu bukan hanya menyentuh kognitif, tetapi juga lebih banyak menyentuh emosi afektif, memunculkan banyak pertanyaan, misalnya, sampai kapan situasi ini berlangsung, kapan saya bisa bertemu anak lagi?
“Itu adalah suatu reaksi yang sangat normal dalam kondisi seperti sekarang. Tapi apabila kita merasa sangat kewalahan, maka itu adalah tanda bahwa kita butuh lingkungan sosial. Dengan smartphone, itu jadi alternatif,” ujar Octaviani.
Octaviani mengingatkan penting bagi Lansia menjaga kesehatan psikis guna memperkuat sistem kekebalan tubuh dan akhirnya mendorong kesehatan fisik.
Lansia umumnya, seperti dicetuskan Yettry, berharap pandemi segera berlalu supaya ia tidak khawatir bergerak di luar rumah. Namun, ia tidak ingin grup WA itu bubar seiring berlalunya wabah.
“Kita berkumpul bersama. Yang paling suka, kalau nenek-nenek itu kan jalan-jalan, piknik-piknik, barbeque…Itu yang mengikat,” pungkasnya. [ka/jm]