Sementara kelompok teroris ISIS menghadapi kehilangan teritori di Timur Tengah, ada petunjuk kelompok ini meningkatkan kerjasama dengan kelompok militan lokal di Asia Tenggara.
Sebuah laporan baru dari peneliti di Institute for Policy Analysis of Conflict atau IPAC, memperingatkan bahwa pendukung ISIS sedang membangun jaringan di Asia Tenggara, dan badan-badan penegak hukum tampaknya tidak siap menghadapi ancaman baru ini.
“Selama dua tahun terakhir, ISIS telah menyediakan basis kerjasama baru di kalangan ekstremis di kawasan,” kata Sidney Jones, direktur ICPAC, dalam komentar bersamaan dengan penerbitan laporan ini.
Kelompok-kelompok ekstremis semakin memfokuskan pada kawasan Mindanao, Filipina selatan. “Kerjasama diantara mereka itu bisa menjadi penting sementara ISIS menderita kekalahan di Timur Tengah, karena insentif untuk melakukan kekerasan di tempat lain meningkat,” kata Jones.
Sementara itu, ada dugaan semakin besar bahwa saat pasukan Irak selesai merebut Mosul dari ISIS, hanya sedikit dari pemimpin ISIS yang masih ada di sana.
Konsensus dari sejumlah pejabat intelijen ini datang meskipun ada pernyataan dari pejabat Irak bahwa pemimpin ISIS Abu Bakr al-Baghdadi bersembunyi di dalam sebuah bunker atau terowongan di dalam kota itu.
Sebaliknya, pejabat militer dan intelijen Amerika berhati-hati dalam membicarakan pemimpin ISIS itu dan keberadaannya. Mereka mengakui, beberapa pemimpin ISIS telah meninggalkan Mosul dan menekankan bahwa serangkaian serangan dalam beberapa bulan terakhir telah memberi pukulan berat pada kelompok teroris itu.
Salah satu pukulan terbesar terjadi pada 30 Agustus ketika serangan udara Amerika berhasil menewaskan jurubicara ISIS dan perencana operasi Abu Mohamad al-Adnani. Sejak itu serangan udara Amerika dan koalisi menewaskan beberapa pejabat tinggi ISIS, puluhan di Mosul saja. [jm]