Dua hakim senior asal Inggris, pada Rabu (30/3), mengundurkan diri dari pengadilan tertinggi Hong Kong sebagai bagian dari reaksi Inggris yang lebih luas atas klaim wilayah itu bahwa pengadilannya berjalan independen tanpa campur tangan politik.
Dalam pernyataan yang telah disiapkan sebelumnya oleh Lord Robert Reed dan rekannya Lord Patrick Hodge, kedua hakim mengutip Undang-Undang Keamanan Nasional (NSL) yang diberlakukan Beijing di wilayah itu sebagai alasan utama keputusan mereka, setelah berdiksusi dengan dengan Dominic Raab, kanselir sekaligus Menteri Kehakiman Inggris.
"Saya telah menyimpulkan, dengan kesepakatan pemerintah, bahwa hakim Mahkamah Agung tidak bisa terus menjabat di Hong Kong tanpa dianggap mendukung pemerintahan yang telah menyimpang dari nilai-nilai kebebasan politik, dan kebebasan berekspresi," kata pernyataan itu. “Lord Hodge dan saya telah mengajukan pengunduran diri kami sebagai hakim tidak tetap HKCFA secepatnya.”
Inggris, yang mengembalikan Hong Kong kepada China pada 1997, mengatakan undang-undang keamanan yang menghukum pelanggaran seperti makar dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup telah digunakan untuk mengekang perbedaan pendapat dan kebebasan.
London juga mengatakan undang-undang tersebut merupakan pelanggaran terhadap Deklarasi Bersama China-Inggris 1984 yang membuka jalan bagi penyerahan wilayah tersebut.
Pejabat Inggris, pada Rabu (30/3), mengeluarkan komentar yang menjelaskan keputusan mereka untuk menarik para hakim itu dari pengadilan tertinggi Hong Kong, menyebut kehadiran mereka tidak bisa dipertahankan.
“Situasinya telah mencapai titik kritis, di mana tidak lagi memungkinkan bagi hakim Inggris untuk duduk di pengadilan terkemuka Hong Kong dan akan berisiko melegitimasi penindasan,” kata Menteri Luar Negeri Inggris Liz Truss dalam sebuah pernyataan.
“Saya dengan sepenuh hati menyambut baik dan mendukung keputusan tersebut untuk menarik hakim Inggris dari pengadilan itu.” [my/jm]