Kelompok militan Palestina Hamas memutuskan hubungan dengan Persaudaraan Muslim dan mendukung berdirinya negara Palestina di kawasan-kawasan yang direbut Israel dalam perang tahun 1967, demikian dikatakan pemimpinnya Khaled Meshaal, Senin (1/5).
"Hamas mendukung pembebasan seluruh Palestina tetapi siap mendukung negara tersebut di perbatasan 1967 tanpa mengakui Israel atau melepas hak apapun," ujar Meshaal di Doha, Qatar, mengumumkan dokumen kebijakan baru.
Sikap ini dinyatakan dalam dokumen baru yang menyerukan diadakannya hubungan yang lebih erat dengan Mesir, terus menolak pengakuan atas Israel, dan mengulangi tuntutan supaya pengungsi Palestina yang terusir ketika Israel didirikan tahun 1948 bisa kembali ke kampung halaman mereka.
Tidak ada tanggapan segera dari negara-negara Barat dan masih belum jelas apa dampak jangka panjang hubungan Hamas dengan Israel dan kelompok negara Arab yang moderat.
Hamas yang menguasai Jalur Gaza juga terpecah dengan kelompok Fattah, lawan politiknya yang lebih moderat, pimpinan Mahmud Abbas. Pernyataan Hamas itu, diumumkan di Doha menjelang pertemuan Abbas dengan Presiden Donald Trump di Washington hari Rabu.
Tahun 1967 Israel merebut Gaza, Tepi Barat dan Yerusalem Timur dalam perang dengan negara-negara Arab. Israel mundur dari Gaza tahun 2005. Negara di sepanjang perbatasan 1967 adalah tujuan saingan politik utama Hamas, Fatah, gerakan yang dipimpin Mahmoud Abbas. [ka/jm, ii]