Jumlah tentara Israel yang tewas dalam perang melawan Hamas di Gaza sudah mencapai hampir dua kali lebih tinggi dibandingkan dengan serangan darat pada 2014. Hal tersebut mencerminkan seberapa jauh mereka telah memasuki wilayah kantong tersebut dan sejauh mana Hamas secara efektif menggunakan taktik gerilya dan persenjataan yang diperluas.
Pakar militer Israel, seorang komandan Israel dan sumber Hamas menggambarkan bagaimana Hamas menggunakan persediaan senjata dalam jumlah besar, pengetahuan mereka tentang medan dan jaringan terowongan yang luas untuk mengubah jalan-jalan di Gaza menjadi labirin yang mematikan.
Mereka mempunyai persenjataan lengkap, mulai dari pesawat nirawak atau drone yang dilengkapi granat hingga senjata anti-tank dengan muatan ganda yang kuat.
Data resmi Israel menyebutkan sejak negara tersebut mulai melakukan infasi darat pada akhir Oktober, sekitar 110 tentaranya tewas ketika tank dan infanteri menyerbu kota-kota dan kamp-kamp pengungsi. Sekitar 25 persen dari tentara yang tewas tersebut adalah awak tank.
Padahal pada konflik 2014, ketika Israel melancarkan serangan darat yang lebih terbatas selama tiga minggu, pasukan yang tewas hanya 66 orang. Namun tujuan serangan Israel saat itu bukan untuk melenyapkan Hamas.
“Tidak ada yang bisa membandingkan cakupan perang ini dengan 2014, ketika sebagian besar pasukan kami beroperasi tidak lebih dari satu kilometer di dalam Gaza,” kata Yaacov Amidror, pensiunan mayor jenderal Israel dan mantan penasihat keamanan nasional yang kini bekerja di Institut Yahudi untuk Keamanan Nasional Amerika (Jewish Institute for National Security of America/JINSA).
Dia mengatakan tentara “belum menemukan solusi yang baik untuk terowongan tersebut,” sebuah jaringan yang secara signifikan berkembang dalam dekade terakhir.
Serangan Israel dilancarkan setelah amukan pasukan bersenjata Hamas pada 7 Oktober yang menurut Israel menewaskan 1.200 orang dan menyandera lebih dari 200 orang – beberapa dari mereka kini telah dibebaskan.
Sejak perang dimulai, hampir 19.000 orang tewas di Gaza, sehingga memicu tuntutan internasional agar Israel melakukan gencatan senjata. Bahkan Amerika Serikat (AS), menyerukan sekutunya tersebut untuk melakukan perubahan strategi dan serangan yang lebih tepat.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengatakan pada Kamis (14/12) bahwa Israel akan mengobarkan perang “hingga (meraih) kemenangan mutlak.” Para pejabat Israel mengatakan kemenangan itu mungkin akan membutuhkan waktu berbulan-bulan.
“Hal itu merupakan tantangan sejak hari pertama,” kata Ophir Falk, penasihat kebijakan luar negeri Netanyahu, kepada Reuters. Ia menyebut tentara Israel harus membayar dengan “harga yang sangat mahal” untuk mencapai misi tersebut.
“Kami tahu bahwa kami mungkin harus membayar harga tambahan untuk menyelesaikan misi ini,” katanya.
Pertarungan Hebat
Hamas mengunggah video di saluran Telegramnya pada bulan ini yang menunjukkan para anggotanya – dengan kamera yang menempel di tubuh – bergerak melintasi gedung-gedung untuk meluncurkan roket yang digendong ke arah kendaraan lapis baja. Salah satunya, yang diunggah pada 7 Desember, berasal dari Shejaiya, sebelah timur Kota Gaza, sebuah wilayah di mana kedua belah pihak melaporkan adanya pertempuran sengit.
Dalam unggahan lain pada 5 Desember, sebuah kamera terlihat muncul dari sebuah terowongan, seperti periskop, untuk memindai kamp Israel tempat tentara beristirahat. Pos tersebut mengatakan, pihaknya kemudian terkena ledakan bawah tanah.
Reuters tidak dapat memverifikasi video tersebut.
Sumber Hamas, yang berbicara kepada Reuters dari dalam Gaza tanpa menyebut nama, mengatakan pasukannya bergerak sedekat mungkin untuk melakukan penyergapan dengan “memanfaatkan wilayah yang kita kenal, yang tidak diketahui pihak lain.” Mereka sering kali bergerak atau keluar dari terowongan.
“Ada kesenjangan besar antara kekuatan kami dan kekuatan mereka, kami tidak membodohi diri sendiri,” ujarnya.
Hamas belum mengatakan berapa banyak anggotanya yang tewas. Militer Israel mengatakan mereka berhasil membunuh sedikitnya 7.000 orang anggota Hamas. Kelompok tersebut sebelumnya membantah klaim Israel itu, dan mengatakan bahwa angka tersebut termasuk korban warga sipil.
Juru bicara Hamas di luar Gaza tidak segera menanggapi permintaan komentar Reuters mengenai artikel ini.
Seorang komandan Israel, yang bertempur pada 2014, mengatakan perluasan cakupan operasi tersebut berarti akan membutuhkan lebih banyak pasukan yang berada di lapangan. Hal itu akan memberikan Hamas “keuntungan sebagai pemain bertahan.” Dengan demikian, kondisi ini diperkirakan akan merenggut lebih banyak nyawa pasukan Israel. Dia meminta untuk tidak disebutkan namanya karena dia merupakan tentara cadangan aktif dalam perang ini.
Militer Israel tidak merilis jumlah tentara yang terlibat atau rincian operasional lainnya.
Televisi Israel Channel 12 menayangkan suatu adegan ketika satu unit cadangan tentara, yang mewaspadai adanya pintu perangkap, mendobrak dinding sebuah bangunan untuk memasuki sebuah ruangan dan berhasil menemukan gudang amunisi.
Meniru taktik yang digunakan pada 2014, militer Israel mengunggah sejumlah foto di media sosial yang menunjukkan rute-rute yang dilalui dihancurkan oleh buldoser sehingga pasukan dapat menghindari jalan-jalan yang ada yang mungkin memiliki ranjau darat.
Bahkan di beberapa distrik di Gaza utara di mana banyak bangunan hancur menjadi puing-puing, pertempuran sengit masih terus terjadi.
Membangun Kekuatan
“Hamas mengambil beberapa langkah besar untuk membangun kekuatannya sejak 2014,” kata Eyal Pinko, mantan pejabat senior badan intelijen Israel yang sekarang bekerja di Pusat Studi Strategis Begin-Sadat Universitas Bar Ilan.
Dia mengatakan beberapa senjata canggih, seperti rudal anti-tank Kornet rancangan Rusia, diselundupkan dengan bantuan sekutu Hamas, Iran. Namun dia mengatakan Hamas telah menguasai perakitan senjata lain di Gaza, seperti granat berpeluncur roket RPG-7, dan pasukannya kini memiliki cadangan amunisi yang lebih besar.
Unggahan-unggahan Hamas mengatakan persenjataan kelompok itu termasuk senjata anti-tank "tandem" dengan dua muatan untuk menembus lapis baja, yang menurut Pinko juga ada di gudang senjata militan.
Video-video dari Hamas seringkali menunjukkan ledakan besar ketika kendaraan dihantam. Meskipun demikian, para pakar militer Israel menekankan bahwa ledakan tersebut tidak selalu mengindikasikan kehancuran kendaraan. Menurut mereka, ledakan besar juga bisa disebabkan oleh sistem pertahanan yang meledak untuk menghentikan proyektil yang datang.
Ashraf Aboulhoul, redaktur pelaksana harian Al-Ahram Mesir yang sebelumnya bekerja di Gaza dan merupakan pakar urusan Palestina, mengatakan Hamas bergerak sedekat mungkin untuk meluncurkan rudal dan “proyektil buatan lokal.”
Namun dia mengatakan drone Israel dan taktik lainnya mengikis kemampuan mereka untuk melakukan serangan mendadak, bahkan di wilayah perkotaan. “Pertempuran di kota menjadi lebih sulit” bagi para militan, katanya.
Militer Israel mengunggah video pada bulan ini yang katanya menunjukkan sejumlah anggota Hamas muncul dari terowongan di bawah bangunan yang dihancurkan, sebelum keduanya diserang oleh peluru roket.
“Hamas mungkin menggunakan senjata dan taktik baru mereka, (tetapi) pada prinsipnya, mereka tetap menggunakan gerakan perlawanan gerilya,” kata Alexander Grinberg, mantan perwira intelijen militer Israel di Institut Strategi dan Keamanan Yerusalem. [ah/ft]
Forum