Meski sampai saat ini presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla belum menentukan waktu yang dinilai tepat untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, dipastikan kenaikan harga BBM bersubsidi berpengaruh pada tingkat inflasi.
Deputi Senior Gubernur BI, Mirza Adityaswara di Jakarta beberapa waktu lalu mengatakan kapanpun waktu yang akan diputuskan pemerintahan mendatang untuk menaikkan harga BBM bersubsidi, akan mengubah target inflasi 2014 dan juga inflasi yang sudah ditergetkan dalam RAPBN 2015.
Tahun 2014 pemerintah dan BI menargetkan tingkat inflasi sekitar 5,3 persen dan dalam RAPBN 2015 asumsi tingkat inflasi sekitar 5,5 persen.
Sebelumnya disebut-sebut pemerintahan mendatang kemungkinan akan menaikakn harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter, sehingga harga BBM bersubsidi jenis premium menjadi Rp 9.000 per liter, dan jenis solar Rp 8.000 per liter. Jika kenaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter, baik secara bertahap maupun langsung, menurut Badan Pusat Statistik atau BPS akan meningkatkan inflasi sebesar 1,5 persen. Namun berbagai kalangan berharap, pemerintahan mendatang menaikkan harga BBM bersubsidi secara bertahap agar tidak memberatkan masyarakat.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri atau Kadin Indonesia, Erwin Aksa berharap apapun mekanisme yang digunakan pemerintahan mendatang dalam menaikkan harga BBM bersubsidi, langkah tersebut dapat dipahami seluruh kalangan. Ia mengingatkan beban subsidi dalam anggaran negara yang semakin meningkat sebaiknya dialihkan untuk hal-hal yang dibutuhkan masyaralat termasuk juga dibutuhkan pengusaha. Ia memberi contoh, pembangunan infrastruktur jalan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi.
Dalam RAPBN 2015 anggaran subsidi energi mencapai Rp 433 trilyun, dan Rp 291 trilyun diantaranya untuk subsidi BBM. Sementara anggaran subsidi BBM tahun ini sebesar Rp 246 trilyun. Jika pemerintahan mendatang menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp 3.000 per liter, akan menghemat anggaran subsidi sebesar Rp 150 trilyun.