Protes masyarakat terhadap keputusan Paripurna DPR yang mengesahkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah yang mengusung pilkada lewat DPRD terus berlangsung. Tidak hanya melalui media online, berbagai kelompok masyarakat melakukan aksi unjuk rasa di bundaran hotel Indonesia Jakarta Minggu (28/9) bersama dengan masyarakat yang melakukan aktifitas car free day.
Salah seorang orator alam aksi ini menegaskan pemilihan kepala daerah, tidak bisa hanya diwakilkan oleh segelintir orang di DPRD.
Aksi unjuk rasa warga masyarakat ini juga dilakukan dengan aksi protes menuliskan apa yang menjadi tuntutan di atas kain putih sepanjang 10 meter. Aksi juga dilakukan dengan mengumpulkan fotocopy Kartu Tanda Penduduk dari warga yang tengah beraktivitas di kawasan Bundaran HI.
Bagha salah seorang koordinator pengumpulan KTP menjelaskan, pengumpulan identitas penduduk ini adalah sebagai wujud bentuk protes warga yang nantinya akan disalurkan melalui gugatan ke Mahkamah Konstitusi atas disahkannya UU Pilkada. Pengumpulan identitas penduduk ini juga dikampanyekan oleh para netizer di media-media sosial.
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu & Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini mengatakan, antusias masyarakat di Jakarta sangat besar untuk bersama-sama melakukan gugatan UU Pilkada ke MK.
"Kita ingin memperlihatkan kepada para pembuat kebijakan bahwa masyarakat tidak mengambil sikap diam. Bisa jadi sebelumnya agak diam karena tidak menyadari apa yang akan terjadi. Lalu lahirlah drama pada tanggal 26 September (pengesahan ruu pilkada). Lalu kesadaran itu datang, ‘oh.. ini yang akan kita hadapi’. Drama seperti ini yang akan kita lihat kalau pemilihannya lewat DPRD. Dan dari situlah masyarakat mulai sadar apa yang akan dihadapi," kata Titi.
Dari pantauan VOA, ribuan orang warga ikut terlibat dalam aksi penolakan tersebut. Selain itu, poster dan spanduk bertuliskan isi penolakan pun ikut meramaikan aksi tolak UU Pilkada tersebut. Spanduk bernada protes di antaranya bertuliskan, "Kembalikan Hak-hak Suara Kami", dan UU Pilkada DPR Merampok Hak Politik Rakyat". Para pengunjuk rasa, juga menyebut-nyebut nama Presiden Indonesia dan para petinggi yang menolak Pilkada langsung.