Tidak terpengaruh oleh hujan, sekitar 100 orang menggelar aksi unjuk rasa di Jakarta, Rabu (8/3), untuk memperingati Hari Perempuan Internasional.
Sebagian besar dari mereka adalah perempuan dari berbagai serikat pekerja dan organisasi nonpemerintah. Para pengunjuk rasa menuntut persamaan hak bagi pekerja perempuan, termasuk pekerja rumah tangga.
“Kami melihat apa yang dilakukan negara adalah menempatkan perempuan pada posisi yang rentan terhadap bahaya dan ketidakadilan. Pertama, pelecehan seksual masih merajalela. Meski RUU pelecehan seksual baru saja ditandatangani, hingga saat ini pelecehan seksual masih terjadi. Begitu banyak ketidakadilan ini bersifat struktural dan disebabkan oleh pemerintah sendiri,” kata ketua organisasi Solidaritas Perempuan, Dinda Nuranisa Yura.
Ayu Anggraini, seorang pengujuk rasa, mengatakan, “Kami juga mendesak pemerintah untuk menandatangani RUU PPRT (Perlindungan Pekerja Rumah Tangga) karena kami melihat urgensinya. Banyak korban pekerja rumah tangga yang tidak pernah mendapatkan keadilan yang tidak didukung oleh hukum sejak awal. Hak-hak mereka tidak dilindungi."
Aksi unjuk rasa tahun ini juga menyinggung masalah lingkungan. Seorang pengunjuk rasa mengusung spanduk WALHI (Wahana Lingkungan Hidup) bertuliskan “Perempuan Butuh Keadilan Iklim. Bukan Solusi Palsu Iklim.”
Hari Perempuan Internasional berakar pada gerakan sosialis dan buruh AS pada awal abad ke-20 ketika banyak perempuan berjuang untuk mendapatkan kondisi kerja yang lebih baik dan hak untuk memilih. [ab/uh]
Forum