Perbedaan dalam hitung cepat pemilihan presiden 2014, membuat Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepi) berencana melakukan audit terhadap metode pengumpulan data masing-masing lembaga yang tergabung dalam perhimpunan tersebut.
Pasca pemungutan suara pilpres 9 Juli, sejumlah lembaga survei seperti Litbang Kompas, Indikator Politik Indonesia Lembaga Survei Indonesia, CSIS dan beberapa lembaga survei lainnya memenangkan pasangan Joko "Jokowi" Widodo-Jusuf Kalla dengan margin berkisar 4-6 persen.
Sementara itu, empat lembaga survei -- Lembaga Survei Nasional, Puskaptis, Jaringan Suara Indonesia (JSI) dan Indonesia Research Center -- memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dengan margin 1-5 persen. Puskaptis dan JSI merupakan anggota Persepi.
Situasi ini membuat kedua pasangan mengklaim kemenangannya masing-masing.
Ketua Dewan Etik Persepi, Hamdi Muluk mengatakan, perbedaan signifikan hasil hitung cepat tidak akan terjadi apabila seluruh lembaga survei menggunakan standar ilmiah dan kode etik yang menjunjung obyektivitas.
Untuk itu, kata Hamdi, lembaganya akan melakukan audit terhadap metode pengumpulan data masing-masing lembaga yang tergabung Persepi. Jika terbukti bersalah, ujarnya, maka lembaganya akan memberikan sanksi yang tegas.
Menurutnya, lembaga survei harus merilis hasil hitung cepatnya secara jujur dan mempertanggungjawabkan kepada masyarakat.
"Ini diperlukan untuk mencegah agar proses politik demokrasi tidak dicederai oleh lembaga-lembaga oportunis yang dengan sengaja memanipulasi hasil quick count yang hanya untuk kepentingan politik sempit tertentu," ujar Hamdi.
Quick Count atau perhitungan cepat merupakan metode perhitungan suara yang menetapkan metode ilmiah dengan kaidah statistik dan dapat dipertanggungjawabkan. Pada pemilihan presiden 2004 dan 2009, serta pemilihan-pemilihan legislatif, hasil-hasil hitung cepat tidak jauh berbeda dengan perhitungan manual Komite Pemilihan Umum (KPU).
Pusat Kajian Kebijakan dan Pembangunan Strategis (Puskaptis) yang merupakan salah satu lembaga survei yang memenangkan pasangan Prabowo-Hatta ini didirikan 2006 oleh Husni Yazid. Puskaptis yang bergerak pada bidang survey pelayanan publik dan politik ini beralamat di Gedung Selmis Jl. Asem Baris Raya Kav 7 Blok II/52 Jakarta Selatan.
Sementara Lembaga Survei Nasional didirikan oleh Umar S.Bakry pada tahun 2006.
Komisioner KPU Juri Ardiantoro mengatakan pihaknya meminta lembaga survei terbuka dengan survei yang dilakukan sehingga masyarakat mengetahui hasilnya dengan utuh. Menurutnya, hasil hitung cepat tidak bisa diartikan sebagai hasil yang resmi karena hasil resmi hanya dikeluarkan oleh KPU.
KPU pusat, kata Juri, juga meminta kepada penyelenggara pilpres di seluruh tingkatan untuk tidak menjadikan hasil survei sebagai acuan untuk melaksanakan tahap perhitungan dan rekapitulasi suara.
"Bahwa apa yang menjadi kewajiban penyelenggara pemilu adalah menghitung dan merekap seluruh suara yang diberikan rakyat pemilih kepada masing-masing pasangan calon dan harus dijaga kemurniannya sampai tingkat nasional. Terhadap rilis dari beberapa lembaga survei yang merilis hasil quick count tentu harus disikapi bahwa itu merupakan bagian dari partisipasi atau cara masyarakat berpartisipasi dalam pemilu. Mengenai kebenarannya itu harus dipertanggungjawabkan oleh masing-masing lembaga survei itu," ujarnya.
Juri juga meminta semua pihak untuk menunggu hasil resmi pilpres yang akan dikeluarkan KPU pada 22 Juli. Dia juga meminta masyarakat ikut mengawasi tahapan rekapitulasi suara.
"Seluruh masyarakat bisa mengakses informasi ini di setiap tahapan. Ada satu prinsip yang benar-benar kami tegakan dan akan kami perjuangkan adalah transparansi," ujarnya.