Para ilmuwan mengatakan suatu hormon yang disebut oksitosin terlihat dapat meningkatkan fungsi otak pada anak-anak yang memiliki autisme, kelainan perkembangan syaraf yang dapat ditandai dengan interaksi sosial yang terbatas, perilaku berulang dan, terkadang, ledakan amarah dengan kekerasan.
Sebuah studi yang dilakukan para ilmuwan di Yale University di AS tersebut menyelidiki dampak oksitosin pada anak-anak autistik yang didasari pengamatan terhadap sejenis binatang pengerat, vole, yang hidup di padang rumput Amerika Serikat dan Kanada.
Oksitosin mendorong ikatan antara ibu dan anaknya, menurut para ahli. Tingkat hormon yang lebih tinggi ditemukan pada vole yang hidup berpasangan, sementara vole penyendiri memiliki tingkat lebih rendah.
Para peneliti tersebut bertanya-tanya mengenai peran oksitosin pada anak-anak autistik, yang seringkali menyendiri dan memiliki kesulitan berhubungan dengan orang lain. Dalam studi pertama yang mengamati dampak hormon terhadap fungsi otak, para peneliti mempelajari 17 orang yang memiliki autisme dengan kemampuan berfungsi menengah sampai tinggi, yang berusia antara delapan dan 16,5 tahun.
Para ilmuwan memberikan satu dosis oksitosin lewat semprotan hidung kepada setengah anak-anak itu. Setengah lagi diberi 'placebo' atau semprotan kosong. Pada kelompok pertama, terlihat bahwa wilayah otak yang sebelumnya tidak berfungsi terkait hadiah dan emosi, menjadi bersinar. Dengan kata lain, mereka memberikan respon terhadap rangsangan sosial, seperti wajah orang.
Kevin Pelphrey, kepala Pusat Pengembangan Sains Syaraf Translasional di Yale yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan ia berharap perawatan dengan oksitosin dapat mengarah pada perubahan perilaku.
“Kami berharap anak-anak dapat meningkat kemampuan sosialnya, membuat lebih banyak kontak mata, memahami perilaku sosial yang halus dan lebih tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain," ujar Pelphrey.
Namun penggunaan praktis hasil-hasil ini mungkin masih lama. Gina Ballone dari organisasi Achieve Beyond, yang menawarkan jasa klinis dan terapi interpersonal bagi anak-anak autistik dan orang-orang tua mereka, mengatakan tidak ada cara yang cepat untuk mengatasi autisme.
Pelphrey dan kolega-koleganya berencana melakukan studi-studi yang lebih besar untuk mempelajari apakah oksitosin yang diberikan dalam waktu lama dapat membantu anak-anak autis.
Artikel mengenai manfaat potensial dari hormon oksitosin pada anak-anak autis diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.
Sebuah studi yang dilakukan para ilmuwan di Yale University di AS tersebut menyelidiki dampak oksitosin pada anak-anak autistik yang didasari pengamatan terhadap sejenis binatang pengerat, vole, yang hidup di padang rumput Amerika Serikat dan Kanada.
Oksitosin mendorong ikatan antara ibu dan anaknya, menurut para ahli. Tingkat hormon yang lebih tinggi ditemukan pada vole yang hidup berpasangan, sementara vole penyendiri memiliki tingkat lebih rendah.
Para peneliti tersebut bertanya-tanya mengenai peran oksitosin pada anak-anak autistik, yang seringkali menyendiri dan memiliki kesulitan berhubungan dengan orang lain. Dalam studi pertama yang mengamati dampak hormon terhadap fungsi otak, para peneliti mempelajari 17 orang yang memiliki autisme dengan kemampuan berfungsi menengah sampai tinggi, yang berusia antara delapan dan 16,5 tahun.
Para ilmuwan memberikan satu dosis oksitosin lewat semprotan hidung kepada setengah anak-anak itu. Setengah lagi diberi 'placebo' atau semprotan kosong. Pada kelompok pertama, terlihat bahwa wilayah otak yang sebelumnya tidak berfungsi terkait hadiah dan emosi, menjadi bersinar. Dengan kata lain, mereka memberikan respon terhadap rangsangan sosial, seperti wajah orang.
Kevin Pelphrey, kepala Pusat Pengembangan Sains Syaraf Translasional di Yale yang memimpin penelitian tersebut, mengatakan ia berharap perawatan dengan oksitosin dapat mengarah pada perubahan perilaku.
“Kami berharap anak-anak dapat meningkat kemampuan sosialnya, membuat lebih banyak kontak mata, memahami perilaku sosial yang halus dan lebih tertarik untuk berinteraksi dengan orang lain," ujar Pelphrey.
Namun penggunaan praktis hasil-hasil ini mungkin masih lama. Gina Ballone dari organisasi Achieve Beyond, yang menawarkan jasa klinis dan terapi interpersonal bagi anak-anak autistik dan orang-orang tua mereka, mengatakan tidak ada cara yang cepat untuk mengatasi autisme.
Pelphrey dan kolega-koleganya berencana melakukan studi-studi yang lebih besar untuk mempelajari apakah oksitosin yang diberikan dalam waktu lama dapat membantu anak-anak autis.
Artikel mengenai manfaat potensial dari hormon oksitosin pada anak-anak autis diterbitkan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.