Kejaksaan Agung menyatakan dalam waktu dekat bersama dengan pihak terkait akan segera melakukan eksekusi hukuman mati terhadap enam terpidana mati kasus narkoba.
Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta, Kamis (15/1) mengatakan, dari enam orang itu hanya satu orang yang warga negara Indonesia, selebihnya adalah warga negara asing.
Pelaksanaan hukuman mati itu menurut Praasetyo akan dilakukan di Nusa Kambangan, Cilacap dan Boyolali, Jawa Tengah.
"Eksekusi akan dilaksanakan untuk lima orang di Nusa Kambangan dan satu lainnya di Boyolali. Waktu pelaksanaannya, Insya Allah, akan diselenggarakan pada 18 Januari secara serentak. Ini atas pertimbangan psikologis," ujarnya.
Keenam terpidana mati itu terdiri dari empat laki-laki dan dua perempuan. Mereka adalah Namaona Denis, 48, dari Malawi; Marco Archer Cardoso Mareira, 53, asal Brasil; Daniel Enemua, 8, warga negara Nigeria; Ang Kim Soei, 62, tidak jelas kewarganegaraannya; Tran Thi Bich Hanh, 37, warga negara Vietnam; dan Rani Andriani atau Melisa Aprilia.
Hanya Rani yang akan dieksekusi di Boyolali.
Eksekusi terhadap enam terpidana mati itu dilakukan setelah permohonan grasi mereka ditolak oleh Presiden Joko Widodo pada 30 Desember 2014.
Prasetyo mengatakan berbagai persiapan sudah dilakukan, termasuk koordinasi dengan Badan Narkoba Nasional (BNN) dan persiapan regu tembak, pemuka agama dan dokter.
"Pelaksanaan eksekusi kepada yang bersangkutan juga sudah diberitahu. Ini untuk mempersiapkan mentalnya dan untuk mendengar apa permintaan terakhir mereka," ujarnya, menambahkan bahwa kedutaan-kedutaan besar dari negara asal terpidana mati sudah diberitahu.
Prasetyo meminta pihak-pihak yang tidak setuju hukuman mati untuk memahami keputusan pemerintah, mengingat Indonesia adalah pangsa pasar narkoba terbesar di Asia Tenggara.
"Hukuman mati masih diatur dalam hukum positif kita karenanya ketika sudah dijatuhkan bagaimanapun harus dilaksanakan. Kita berharap sikap tegas keras dan penerapan hukuman mati ini bagi para pelaku bandar dan pengedar serta jaringan narkotika akan membuat mereka jera," ujarnya.
"Indonesia sudah menjadi pangsa pasar narkotika terbesar di asia tenggara. Dari kebutuhan narkotika untuk asia tenggara, 45 persen diantaranya untuk Indonesia."
Prasetyo menambahkan, eksekusi terhadap warga negara Australia anggota sindikat narkoba "Bali Nine", Myuran Sukumaran, masih menunggu grasi dari satu terpidana lainnya, Andrew Chan.
Bali Nine merupakan sebutan untuk sembilan warga negara Australia yang berusaha menyelundupkan heroin 8,2 kilogram dari Australia. Mereka ditangkap pada 17 April 2005 di Bali.
Kesembilan orang itu adalah Andrew Chan, Myuran Sukumaran, Si Yi Chen, Michael Czugaj, Renae Lawrence, Tach Duc Thanh Nguyen, Matthew Norman, Scott Rush dan Martin Stephens.
Pengadilan Negeri Denpasar memvonis Lawrence, Czugaj, Stephens, dan Rush dengan hukuman penjara seumur hidup. Adapun Sukumaran dan Chan dihukum mati.
Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengkritik keputusan pemerintah terkait hukuman mati terhadap bandar narkoba.
Divisi Advokasi Pembelaan Hak Sipil Politik Alex Argo Hernowo mengatakan, pemerintah telah melanggar hak asasi manusia berupa hak hidup terhadap seseorang.
"Pemerintahan hari ini melihat konsep hak asasi manusia setengah-setengah. Tidak melihat bagaimana hak atas hidup itu sebagai sesuatu yang tidak bisa dikurangi dalam keadaan apapun," ujarnya.