Para petugas medis mengatakan, sejumlah korban dilarikan segera ke unit gawat darurat Rumah Sakit Nasser pada Senin (12/8), setelah serangan udara Israel di kawasan Khan Younis.
Korban itu dibawa di bagian belakang truk atau mobil, dan sebagian besar tiba di rumah sakit diangkut menggunakan tandu.
“Otak keponakanku keluar dari kepalanya! Kami sekarat! Di manakah rasa kemanusiaan?,” teriak Fathiya Hassan Atiya, seorang perempuan Palestina yang putus asa.
Petugas medis Palestina mengatakan, serangan militer Israel telah menewaskan sekurangnya 18 orang dan melukai banyak warga.
Pasukan Israel melakukan tekanan melalui sejumlah operasi di dekat sisi selatan Kota Gaza pada Senin, di tengah desakan dunia internasional untuk kesepakatan penghentian pertempuran di Gaza dan mencegah kawasan itu tergelincir ke dalam konflik regional yang lebih luas dengan Iran dan proksi-proksinya.
Situasi mencekam di Gaza itu, berkebalikan dengan kondisi sebagian besar Israel yang lebih tenang.
Seperti dilaporkan Reuters, warga Israel di kawasan utara Kota Haifa mencoba untuk menjalani rutinitas hariannya di tengah ketegangan regional dan ketakutan konflik skala penuh dengan Hizbullah di Lebanon yang didukung Iran.
Warga setempat beramai-ramai pergi ke pantai dan sejumlah kafe di kota pelabuhan itu, sementara pengunjung dari berbagai wilayah di negara itu, mendatangi tempat-tempat wisata lokal, termasuk taman Baha’I yang subur.
“Suasana di dalam taman ini sangat damai. Tetapi itu tidak berarti, bahwa saya tidak memikirkan tentang kemungkinan setiap saat sesuatu bisa terjadi, tetapi saya mencoba untuk tidak terlalu berpikir tentang itu, karena jika begitu kita tidak bisa benar-benar menikmati hidup,” kata Clarin Winterman, perempuan berusia 30 tahun dari Petah Tikva di Israel Tengah, yang berkunjung ke situs yang dihormati itu bersama suaminya.
Ada risiko yang meningkat dari eskalasi ini menjadi perang Timur Tengah yang lebih luas, setelah pembunuhan terhadap pemimpin Hamas di Iran, dan komandan militer Hizbullah di Beirut, yang menghadirkan ancaman pembalasan terhadap Israel.
Di suatu tempat, di Dewan Regional Mevo’ot Hahermon di Israel Utara, pihak militer meluncurkan sejumlah pencegat udara untuk menembak jatuh drone yang diluncurkan dari Lebanon pada Sabtu malam (10/8). Salah satu tembakan pencegat itu menyebabkan kerusakan di sebuah kolam renang di pusat rehabilitasi, kata sejumlah saksi.
Serangan drone terjadi ketika pusat rehabilitas itu ditutup. Tidak ada korban luka yang dilaporkan.
Mempertanyakan Konvensi Jenewa
Dalam peringatan ke-75 tahun Konvensi Jenewa, muncul keprihatinan mendalam terkait kepatuhan dunia terhadap kesepakatan global ini. Konvensi Jenewa adalah aturan paling terkenal di dunia bagi perlindungan warga sipil, tahanan, dan tentara yang terluka dalam perang. Konvensi ini dinilai telah diabaikan secara luas, dari Gaza hingga Suriah, Ukraina sampai Myanmar dan lebih jauh lagi. Pada pendukung konvensi ini mendesak munculnya komitmen baru seluruh pihak terhadap hukum kemanusiaan internasional tersebut.
Konvensi Jenewa yang telah diadopsi oleh hampir seluruh negara di dunia sejak disahkan pada 12 Agustus 1949, seolah diinjak-injak karena kelompok milisi bersenjata dan pasukan berbagai negara secara terus-menerus mengabaikan aturan perang ini.
“Hukum kemanusiaan internasional berada di bawah tekanan, diabaikan, dirusak untuk membenarkan kekerasan,” kata Presiden Komite Palang Merah Internasional (ICRC), Mirjana Spoljaric, yang mengawasi konvensi ini, pada Senin.
“Dunia harus berkomitmen kembali pada kerangka kerja perlindungan yang kokoh ini, untuk konflik bersenjata, yang mengikuti premis untuk melindungi kehidupan, alih-alih membenarkan kematian,” tambah dia.
KOnvensi ini, yang akarnya bermula sejak abad 19, bertujuan untuk menetapkan berbagai aturan di sekitar pelaksanaan perang: yang melarang penyiksaan dan kekerasan seksual, menuntut penanganan manusiawi bagi tahanan dan mewajibkan pencarian bagi orang-orang hilang.
Konvensi ini mencerminkan kesepakatan global bahwa semua perang memiliki batas-batas,” kata Spoljaric kepada para jurnalis di markas ICRC di Jenewa.
“Dehumanisasi petempur musuh dan penduduk sipil adalah jalan menuju kehancuran dan bencana,” tambahnya.
Palang Merah mengatakan, konvensi ini sangat dibutuhkan saat ini dibanding sebelumnya, ketika lembaga ini menghitung ada lebih dari 120 konflik aktif yang sedang berlangsung di seluruh dunia, peningkatan enam kali lipat dibandingkan peringatan setengah abad konvensi ini pada 1999 lalu.
Saat ini, banyaik negara dan kombatan mengeksploitasi celah dalam hukum kemanusiaan internasional atau menafsirkannya sesuai keinginan mereka sendiri.
Banyak rumah sakit, berbagai sekolah dan mobil ambulans terbakar, pekerja bantuan dan warga sipil terbunuh, dan banyak negara menolak akses bagi tahanan perang mereka. [ns/jm]
Forum