Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Daeng M. Faqih kepada VOA, Senin (30/3) menegaskan lembaganya tidak pernah menyatakan bahwa para petugas medis akan mogok kerja jika pemerintah tidak menyediakan alat pelindung diri (APD) ketika bertugas. Namun ia memang melarang petugas medis merawat pasien penderita virus korona jika mereka tidak mengenakan APD yang layak.
IDI, ujar Faqih, sangat khawatir jika para petugas medis tetap diharuskan bekerja tanpa ketersediaan APD yang layak, maka akan membuat mereka jatuh sakit. Selama ini para petugas medis yang memang berhubungan dekat dengan pasien penderita virus korona, termasuk dalam kategori ODP (orang dalam pengawasan) selama 14 hari.
“Ini kita mengimbau petugas kesehatan, dokter, perawat dan lain-lain supaya taat dan patuh, tidak sembarangan serta hati-hati. Kalau tidak ada APD jangan memaksakan karena kalau tidak ada APD maka percuma. Percumanya apa? Dia sekali bersentuhan langsung jadi pasien, ia berpotensi misalnya menolong sepuluh atau 20 orang, dia menjadi sakit kan hilang potensi untuk nolong orang,” kata Faqih.
Faqih juga meminta kepada semua pihak termasuk pemerintah untuk membantu petugas kesehatan memperoleh APD yang sesuai standar, yaitu yang tidak dapat ditembus virus. Ini penting karena petugas kesehatan merupakan lini terdepan merawat pasien Covid-19 yang jumlahnya setiap hari terus bertambah.
Lebih lanjut Faqih mengatakan saat ini ketersediaan APD untuk petugas kesehatan masih kurang. Ia sedang meminta laporan dari rumah sakit dan puskesmas terkait berapa jumlah kekurangan APD ini dan akan disampaikan ke semua pihak termasuk pihak swasta dan pemerintah.
Alat pelindung diri hanya digunakan sekali pakai oleh petugas medis, setelah itu dibuang dan dihancurkan. Kebutuhan APD, kata Faqih, memang sangat banyak. Ia yakin BNPB dan Kementerian Kesehatan telah memiliki data rumah sakit yang memerlukan APD dan meminta agar distribusi dilakukan langsung ke rumah sakit yang membutuhkan, tidak lewat pemerintah daerah dulu.
“Jadi shift satu turun, APD nya dibuang. Shif kedua naik, APD baru itu. Jadi mestinya kalau dia merawat masuk ruang isolasi, ruang perawatan dia tidak boleh terlalu lama, turun lagi. Turun lagi ganti APD. Karena menghemat APD, kawan-kawan tetap di ruang itu, tidak boleh buka selama 8 jam. Ada yang sampai pakai pampers supaya mereka tidak ke kamar mandi. Ini untuk menghemat.”
Faqih mengharapkan agar kejadian yang terjadi di Italia dan Jerman di mana petugas medisnya banyak yang terinfeksi Covid-19, tidak terjadi di Indonesia. Jika tidak diperhatikan hal ini sejak awal maka korbannya juga masyarakat. Apabila petugas kesehatannya terbatas maka pasien yang berlimpah pasti akan ada yang tidak tertangani dengan baik, ujarnya.
Indonesia Butuh Tiga Juta APD
Sementara itu, juru bicara pemerintah Khusus Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto mengatakan APD telah terdistribusi 194 ribu. Pemerintah lanjutnya terus memesan APD. Hitungannya kata Yuri Indonesia membutuhkan APD bisa sampai 3 jutaan hingga akhir Mei.
“Terus kita pesan, dapat kirim, dapat kirim. Hari ini dapat sekitar 70 ribuan langsung dibagi, ngalir terus. Pokoknya kita sekarang harus kita tebalkan lagi. Kita masih punya cadangan semingguan kurang lebih," ujarnya.
Yuri juga menambahkan APD yang diproduksi di dalam negeri sekarang ini sudah banyak dan dilarang diekspor. [fw/em]