Di Museum La Plata di Buenos Aires, fosil tulang prasejarah dari kelompok hewan mirip armadillo (binatang mirip tenggiling) yang disebut glyptodont dipamerkan bagi pengunjung.
Namun, tulang-tulang yang tidak terlihat oleh publik di ruang penelitian museum itulah yang paling menarik perhatian.
Tulang-tulang dari Neosclerocalyptus, bagian dari kelompok glyptodont, ditemukan di lokasi konstruksi dekat ibu kota Argentina itu dan tampaknya telah dipotong dengan peralatan batu.
Dr. Mariano del Papa, antropolog di Universitas Nasional La Plata, dan tim peneliti segera mulai mempelajari tulang-tulang tersebut.
Dengan menggunakan penanggalan radiokarbon, mereka menemukan tulang belulang tersebut berusia antara 20.811 dan 21.090 tahun. Temuan ini berbeda dengan kepercayaan sebelumnya bahwa manusia tiba di wilayah tersebut 16.000 tahun yang lalu.
Tulang-tulang tersebut ditemukan di sepanjang tepi Sungai Reconquista di Merlo, dekat Buenos Aires.
Guillermo Jofré, spesialis paleontologi dan peneliti dalam studi tersebut, adalah salah satu orang pertama yang tiba di lokasi ekskavasi setelah buldoser memperlihatkan fosil tulang belakang dan panggul Neosclerocalyptus.
“Ketika saya tiba di sini, di tempat ini – mereka (pekerja konstruksi) telah melangkah lebih jauh dengan buldoser mereka – dan saya menemukan bahwa di tempat ini ada banyak sekali tulang belakang Neosclerocalyptus,” jelasnya.
Setelah mengamati temuan itu dengan saksama, dia segera menyadari bahwa mereka telah menemukan sesuatu yang sangat penting.
Guillermo Jofré menambahkan, “Dari semak ke semak, saya mulai melihat tanda-tanda yang sangat unik. Saya bukan spesialis tanda, tetapi saya dapat membedakan antara tanda hewan pengerat, karnivora, dan tumbuhan, dan tanda-tanda ini tidak cocok dengan satu pun dari semuanya.”
Berita tentang penemuan tersebut segera menyebar ke seluruh lembaga pendidikan Buenos Aires.
Di Fakultas Ilmu Eksakta dan Ilmu Pengetahuan Alam di Universitas Buenos Aires, Dr. Claudia Marsicano, paleontologi vertebrata, mengatakan bahwa penemuan tersebut dan studi selanjutnya membangun “hipotesis baru tentang pemukiman awal di Amerika.”
“Kami memiliki data dari Amerika Serikat, ada data dari Meksiko, dari utara Brasil. Namun, pemukiman itu berasal dari utara. Dengan kata lain, semakin baik dan tua data tersebut dan dari tempat-tempat yang lebih jauh ke selatan, semakin besar pula kemungkinan bahwa pemukiman itu pasti sudah dimulai jauh lebih awal. Dan yang ini, persisnya dari provinsi Buenos Aires, memberi tahu kita tentang hampir 21.000 tahun yang lalu,” jelasnya.
Setelah penelitian yang melelahkan, Dr. del Papa, penulis utama studi tersebut, dan timnya menerbitkan temuan mereka di jurnal ilmiah PLOS ONE pada bulan Juli lalu.
Studi Del Papa itu, berikut studi-studi terbaru lainnya, seperti studi tahun 2021 yang diterbitkan di jurnal Science yang menunjukkan jejak fosil dalam lumpur di New Mexico dapat berasal dari 21.000 hingga 23.000 tahun yang lalu. Hal itu menunjukkan bahwa manusia telah menetap di benua Amerika lebih jauh daripada yang diperkirakan sebelumnya.
Dr. Mariano del Papa kembali menjelaskan,“Penemuan kami, bersama dengan penemuan lain, terutama dalam beberapa dekade terakhir abad ke-21, sebenarnya memberi tahu kita bahwa keberadaan manusia di Amerika, khususnya di Amerika Selatan, terjadi sebelum mencairnya gletser.”
Bagi Jofré, penemuan tersebut menantang semua teori yang sebelumnya diyakini. Ahli paleontologi itu menambahkan, “Ada semacam paradigma yang sudah mapan – bahwa sebelum 15 ribu tahun tidak ada manusia di sini di Amerika Selatan dan hal itu sudah sangat jelas selama beberapa dekade dan tiba-tiba kami muncul dan mengatakan: ‘Tunggu, lihat, di sini kami menemukan jejak manusia berusia 21 ribu tahun.’” [lt/ka]
Forum