Walaupun masih beberapa tahun lagi, para peneliti mangatakan, vaksin ebola itu menawarkan suatu pemecahan “yang sama-sama bermanfaat” bagi kedua spesies, yakni kera dan manusia, yang terjangkit Ebola.
Mengolah dan mengkonsumsi daging binatang liar, bukan ternak peliharaan, merupakan hal biasa di Afrika, khususnya di daerah aliran Sungai Kongo. Daging kera yang terjangkit virus Ebola, pertama kali menularkan penyakit mematikan itu ke manusia tahun 1976. Sejak itu, terjadi lebih dari 20 wabah Ebola.
Krisis Ebola yang kini terjadi di Afrika Barat menjangkiti dan menewaskan 10.000 orang sejak tahun lalu. Wabah itu kemungkinan disebabkan oleh kontak dengan kelelawar-kelelawar pemakan buah di daerah-daerah pinggiran kota yang berprasarana buruk.
Kera dan jenis primata lain dapat terjangkit virus itu ketika makan buah-buahan yang terjatuh di tanah-tanah di hutan dan tercemar kotoran kelelawar.
Dalam upaya menghentikan wabah Ebola pada masa depan, para ilmuwan kini mengembangkan apa yang mereka sebut, vaksin untuk melindungi penduduk dari penyakit yang disebarkan oleh gorilla Dataran Rendah Barat, sumber daging binatang liar yang disukai.
Sebuah mikroba tak berbahaya yang disebut, cytomegalovirus adalah alat untuk vaksin Ebola. Hampir semua mamalia terjangkit oleh cytomegalovirus pada usia muda, sehingga memungkinkan lingkup yang lebih luas..
Michael Jarvis, adalah pakar virus dari Plymouth University di Inggris yang membantu mengembangkan vaksin primata itu, yang akan disuntikkan ke kera-kera liar dengan anak panah tiup atau sumpitan.
Jarvis dan rekan-rekannya menggambarkan strategi itu dalam jurnal vaksin.
“Sebagian besar ketertarikan pada pendekatan ini adalah bahwa kita akan melakukannya pada beberapa binatang, lalu selebihnya kita berserah pada aspek penyebaran virus itu untuk meneruskan upaya kita,” paparnya.
Sejauh ini, vaksin itu tampak manjur pada tikus-tikus yang terkena Ebola. Kini, para periset melakukan sebuah penelitian, dengan menggunakan kera-kera jenis rhesus macaque.
Ebola diperkirakan membunuh 30 persen gorilla Dataran Rendah Barat di Afrika, dan itulah sebabnya spesies ini terancam punah.
Jarvis mengatakan, penyebaran vaksin ini dapat melindungi gorilla dan mengontrol wabah Ebola mendatang.
“Sekitar 30 persen dari 20 wabah Ebola yang telah terjadi disebabkan karena bersentuhan dengan bangkai-bangkai kera. Jadi, vaksin ini secara potensial akan mengurangi frekuensi penyebaran dan wabah ke penduduk pada masa depan,” tambah Jarvis.
Yang masih belum diketahui adalah seberapa besar perlindungan vaksin Ebola itu terhadap kera-kera yang belum diimunisasi secara langsung, tetapi secara tidak langsung telah mendapat imunisasi dari kera-kera yang sebelumnya telah mendapat suntikan vaksin itu.
Jika semuanya berjalan sesuai rencana, Jarvis mengatakan, vaksin yang melindungi primata dan jenis-jenis kera lain dari Ebola akan bisa tersedia 3 sampai 4 tahun lagi.