Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan akan kembali memangkas perkiraan angka pertumbuhan dunia tahun ini di tengah berlanjutnya kemerosotan ekonomi global, kata seorang pejabat lembaga tersebut hari Kamis (9/6).
“Begitu banyak yang telah terjadi dan sedang terjadi dengan sangat cepat,” kata Juru bicara IMF Gerry Rice kepada wartawan. Ia merujuk pada perang di Ukraina, percepatan inflasi dan perlambatan ekonomi China yang lebih parah dari perkiraan.
April lalu, lembaga moneter itu memangkas perkiraan PDB (Produk Domestik Bruto) tahun 2022 menjadi 3,6 persen dari yang sebelumnya 4,4 persen. Namun sekarang, “kami melihat kombinasi krisis yang dapat membuat kami menurunkan lebih jauh (prediksi pertumbuhan),” ungkapnya.
“Kami melihat ekonomi global bergerak menuju perlambatan pertumbuhan,” kata Rice. Ia menambahkan bahwa “sejumlah negara mungkin akan mengalami resesi.”
Bank Dunia pada hari Selasa (7/6) memangkas prediksinya lebih dari satu poin menjadi 2,9 persen, dan memperingatkan bahwa AS menghadapi kembalinya “stagflasi,” kondisi ketika terjadinya pertumbuhan ekonomi yang lemah, tingginya angka pengangguran dan lonjakan harga.
Namun Rice meremehkan risiko itu. Menurutnya, meski AS sedang “menghadapi beberapa tantangan berat” termasuk inflasi, “pertumbuhan ekonomi AS masih terus kuat.”
Organisasi utuk Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) juga menurunkan prospeknya karena dampak invasi Rusia ke Ukraina, dengan memotong perkiraan pertumbuhan PDB menjadi hanya tiga persen dari sebelumnya 4,5 persen pada bulan Desember. Namun, OECD menganggap minim risiko stagflasi.
Bank Sentral AS, Federal Reserve, telah menaikkan suku bunga secara agresif dan diperkirakan akan menyetujui kenaikan besar lainnya pekan depan dalam upaya mendinginkan lonjakan harga yang meningkat 8,3 persen pada April.
Lembaga itu berusaha menjaga keseimbangan agar dapat memperlambat perekonomian tanpa menyebabkannya jatuh ke dalam jurang resesi. Wakil Direktur Pelaksana IMF Gita Gopinath mengatakan pada hari Rabu (8/6) bahwa the Fed menghadapi “jalan yang sempit” dan mungkin harus menaikkan suku bunga dengan tajam untuk meredam tekanan inflasi. [rd/ka]