Sekjen PBB Antonio Guterres mengatakan badan dunia itu tengah menyusun kesepakatan yang akan memungkinkan ekspor jutaan ton biji-bijian dan komoditas lainnya dari Ukraina dan Rusia.
Guterres, Rabu (8/9) mengatakan bahwa Rebeca Grynspan, Sekjen Konferensi PBB mengenai Perdagangan dan Pembangunan, dan kepala badan bantuan kemanusiaan PBB Martin Griffiths sedang mengoordinasikan suatu kesepakatan yang akan memungkinkan ekspor bahan makanan yang diproduksi Ukraina dan akses tanpa hambatan ke pasar global bagi produk makanan dan pupuk Rusia.
Guterres mengatakan, “Harga makanan mendekati rekor tertinggi. Harga pupuk telah naik lebih dari dua kali lipat, menimbulkan kekhawatiran di mana-mana. Tanpa pupuk, kelangkaan akan menyebar mulai dari jagung dan gandum hingga ke semua tanaman pokok, termasuk beras, dengan dampak yang menghancurkan bagi miliaran orang di Asia dan Amerika Selatan juga. Krisis pangan tahun ini berkaitan dengan kurangnya akses, krisis tahun depan mungkin karena kurangnya makanan.”
Ukraina adalah salah satu eksportir gandum, jagung dan minyak bunga matahari terbesar di dunia. Tetapi perang dan blokade Rusia terhadap pelabuhan-pelabuhannya telah menghentikan sebagian besar arus ekspor, mengancam pasokan makanan ke banyak negara berkembang. Banyak di antara pelabuhan itu sekarang ditanami ranjau.
Rusia dan Turki, Rabu (8/6) menyatakan dukungan bagi pembentukan koridor maritim yang aman di Laut Hitam agar Ukraina dapat mengekspor biji-bijian ke pasar global di tengah-tengah eskalasi krisis pangan dunia.
Tetapi Rusia menuntut agar Laut Hitam dibersihkan dari ranjau dan Turki menyatakan, pemberian izin bagi ekspor Ukraina harus disertai dengan pelonggaran sanksi-sanksi Barat terhadap Rusia. Ukraina tidak diundang dalam pembicaraan itu.
Guterres mengutip laporan Program Pangan Dunia yang menyatakan efek berantai perang di Ukraina dapat meningkatkan jumlah orang yang menghadapi kerawanan pangan parah menjadi 47 juta pada tahun 2022. [uh/lt]