Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mengungguli sembilan partai politik lain yang memiliki kursi di DPR pada periode 2019-2024 sebagai partai politik yang paling terlembaga secara sistematis. Hal ini berarti PKS memiliki praktik tata kelola internal partai yang sangat baik dan tidak semata-mata fokus pada pertarungan politik nasional. Hal ini disampaikan peneliti BRIN Mouliza Kristhopher Donna Sweinstani saat peluncuran “Indeks Pelembagaan Partai Politik” hari Rabu (30/10).
Menurut Mouliza, sembilan partai politik yang dikaji memiliki skor 74,16 meliputi Derajat Kesisteman (skor 57,81), Infusi Nilai (skor 71,60), dan Kemandirian (skor 93,05).
"Partai politik mendapatkan skor paling tinggi adalah PKS (Partai Keadilan Sejahtera) dengan skor 88,65, kemudian adalah Partai Nasdem (Nasional Demokrat) (dengan skor) 83,14, kemudian PAN (Partai Amanat nasional) dengan (skor) 79,87, kemudian PDI Perjuangan dengan (skor) 76,74, kemudian Partai Golkar (Golongan Karya) dengan (skor) 68,83," katanya.
Empat partai politik lainnya, yakni Partai Demokrat (skor 68,54), Partai Kebangkitan bangsa (skor 67,65), Partai Gerakan Indonesia Raya (skor 67,08), dan Partai Persatuan Pembangunan (skor 66,92).
Indeks Pelembagaan Parpol merupakan alat ukur akademik untuk mengukur seberapa terlembaga partai politik di Indonesia. Indeks ini fokus mengukur pelembagaan sembilan parpol di parlemen periode 2019-2024, pada tiga dimensi, yaitu derajat kesisteman, infuse nilai dan kemandirian.
Derajat kesisteman memiliki empat indikator penilaian yaitu konsisiten terhadap aturan partai, konsisten penyelesaian konflik internal berdasarkan aturan partai, konsistensi pergantian pimpinan partai terhadap aturan partai dan konsistensi pembuatan kebijakan terhadap aturan partai.
Dimensi infuse nilai memiliki tiga indikator yaitu proses internalisasi, pelaksanan budaya dan keberadaan nilai. Sementara dimensi kemandirian dilihat dari kemandirian dalam pengelolaan organisasi dan kemandirian dalam merekrut pejabat publik.
Sekjen PKS: Ini Bukti Nyata Kerja Keras dan Komitmen Partai
Sekretaris Jenderal PKS Habib Abie Bakar Alhabsyie mengatakan hasil ini merupakan bukti nyata dari kerja keras dan komitmen partainya dalam membangun kelembagaan yang solid, profesional dan berintegritas.
Peluncuran indeks ini, lanjutnya, merupakan langkah strategis bagi parpol untuk melakukan intropeksi dan meningkatkan kualitas kelembagaannya.
Pengamat: Persoalan Utama Partai Saat Ini adalah Kesenjangan Hubungan dengan Konstituen
Menanggapi hasil Indeks Pelembagaan Partai Politik yang dikeluarkan BRIN itu, pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Sri Budi Eko Wardani mengatakan persoalan utama yang dihadapi partai politik di Indonesia setelah Era Reformasi adalah representasi yang sangat berbeda.
"Ketika partai Indonesia mengalami masa panjang Orde Baru dalam pemerintahan otoritarian, ketika reformasi terbuka. Tapi sebetulnya menyisakan satu problem, yaitu keterputusan hubungan antara partai dengan konstituensinya. Ini kita lihat pemilu pertama 1999, PDI Perjuangan mendapat 33 persen suara tertinggi dan belum pernah dicapai lagi sampai sekarang," ujarnya.
Masalah lainnya adalah basis rekrutmen politik yang semakin meluas, cair, pragmatis, dan elitis; serta minim afiliasi dengan basis atau akar rumput.
Lebih jauh Sri mengatakan sistem kepartaian hegemonik yang menutup peluang partai alternatif untuk berkembang dari bawah (lokal) ke atas (nasional) juga menjadi permasalahan saat ini. Indikasinya syarat pendirian partai dan syarat kepesertaan pemilu. Belum lagi isu krusial seperti ideologi partai politik.
"Memang deideologisasi selama Orde Baru itu punya peranan yang sangat penting ketika partai politik tidak memiliki satu identitas yang bisa membedakan sesama (partai) lainnya. Jadi memang ada isu bagaiman peran ideologi menjadi salah satu alat untuk mobilisasi dukungan sekarang semakin melemah," tuturnya.
Isu krusial lainnya adalah kepemimpinan, di mana sampai sekarang jumlah ketua umum partai politik yang berganti tidak banyak. Bahkan ada satu partai dari berdiri sejak reformasi sampai sekarang ketua umumnya tidak berganti. Menurutnya, kepemimpinan dalam partai politik memang masih dikuasasi oleh suatu kelompok tertentu.
Sempit dan minimnya sumber rekrutmen partai politik, mempersulit suksesi politik. Walhasil sumber daya yang ada baru dikenal jika mengikuti selera elite, atau ketua umum partai. Pengambilan keputusan umumnya bersifat sentralistik atau ada di tangan pengurus pusat partai politik.
Sri Budi Eko Wardani, yang lama menekuni kajian partai politik ini menyimpulkan tata kelola internal partai-partai politik di Indonesia masih buruk. Oleh karena itu dia merekomendasikan pemerintah untuk merevisi Undang-undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik.
Pengamat: Partai Yang Terlembaga, Ikut Dorong Efektifitas Pemilu
Diwawancarai dalam kesempatan yang sama, Syamsuddin Haris dari Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan salah satu syarat efektifitas sistem dalam partai politik yang terlembaga dalam mendukung sistem presidensial, sistem pemilu, dan sistem pemerintahan.
Meski begitu, lanjut Syamsudin, partai politik yang sudah melembaga belum tentu lebih demokratis, lebih bersih, lebih bebas korupsi, atau lebih akuntabel. Bahan baku utama untuk menentukan apakah partai politik sudah melembaga atau belum adalah pada semua aturan internal partai.
"Yang jadi masalah adalah kita belum melakukan penilaian terhadap kualitas aturan internal (partai) itu sendiri. Kita belum melakukan semacam uji publik, apakah mekanisme internal partai politik dalam menentukan caleg menang sungguh-sungguh sudah terbuka," katanya.
Di Indonesia, partai politik adalah satu-satunya institusi yang mendapat mandat konstitusi untuk menyeleksi pejabat publik, baik secara elektoral maupun non-elektoral. [fw/em]
Forum