Menteri Koordinator Politik Hukum dan keamanan Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan Jaksa Agung Australia George Brandis hari Senin (21/12) membahas soal peningkatan kerjasama bilateral untuk mengantisipasi ancaman keamanan di kedua negara termasuk terorisme.
Dalam pertemuan itu Luhut didampingi Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, Kapolri Jenderal (Pol) Badrodin Haiti, Kepala PPATK M.Yusuf, Kepala BNPT Saud Usman Nasution dan Kepala BIN Sutiyoso. Sementara Brandis didampingi oleh Menteri Kehakiman Australia, Michael Keenan.
Usai pertemuan tertutup selama tiga jam di kantor Menkopolhukam, Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan menjelaskan tiga isu yang dibicarakan dalam pertemuan tersebut yaitu tentang kontra-terorisme, cyber security atau keamanan dunia maya dan operasi intelijen.
Luhut mengatakan rencananya pertemuan seperti ini akan dilakukan secara rutin sehingga kerjasama keamanan antara kedua negara ini tambahnya akan lebih kompak, solid dan komprehensif sehingga banyak masalah yang bisa segera diselesaikan.
Pertemuan secara rutin itu kata Luhut juga untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan adanya gesekan yang terjadi beberapa waktu lalu.
Diketahui hubungan Indonesia dan Australia beberapa waktu lalu sempat memanas ketika terkuaknya beberapa dokumen yang dibocorkan mantan staf Badan Keamanan Nasional NSA Amerika Edward Snowden. Dokumen yang diperoleh media Australia, ABC dan Guardian, itu menunjukkan Australia mencoba menyadap percakapan telepon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
"Ada tiga isu yang kami bicarakan, pertama menyakut counter terrorism, kedua cyber security, ketiga kita bicara soal intelligence corporation. Baru kali ini, selengkap ini kita melakukan pertemuan Kita akan segera terjemahkan pertemuan-pertemuan ini dalam bentuk teknis kerjasama yang implimentasinya agar bisa dinikmati oleh kedua negeri ini," ujarnya.
Di tempat yang sama, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso juga menyambut baik kerjasama ini. Menurutnya pertemuan itu semakin akan memperkuat kerjasama intelijen di kedua negara dan bukan hanya sekedar pada pertukaran informasi intelijen.
Sutiyoso mengatakan, "Saat ini terorisme sudah dianggap sebagai musuh bersama dunia jadi kita kerjasama saling mengisi kekurangan dan ke depan akan lebih aplikasinya adalah join corporation di antara kami."
Jaksa Agung Australia George Brandis menegaskan bahwa Indonesia dan Austalia sama-sama menghadapi persoalan terorisme, khususnya ISIS, yang telah menginspirasi banyak orang untuk terlibat dalam kegiatan terorisme. Kedua negara ini lanjutnya memang harus bekerjasama untuk menghadapi ancaman terorisme.
"Memusatkan perhatian pada masalah domestic dihadapi kedua negara yakni ancaman terorisme khususnya dari ISIS yang mengispirasi terorisme," kata Brandis.
Sebelumnya Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan aliran dana yang masuk dari Australia ke Indonesia sebesar 7 milliar rupiah yang disinyalir digunakan untuk membiayai aksi teror di Indonesia.
Hasil ini didapat PPATK berkat kerjasama dengan Australian Transaction Reports and Analysis Center atau Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Australia (AUSTRAC). Wakil Ketua PPATK Agus Santoso menjelaskan pengiriman dan penerimaan dana tersebut dilakukan atas nama individu.
Menurutnya PPATK dan AUSTRAC juga menemukan modus baru jaringan teroris asing dalam melakukan pengiriman uang. Yaitu dengan menikahi perempuan Indonesia, yang kemudian diminta membuka rekening di Indonesia supaya bisa menerima transfer dana dari luar negeri. Dana tersebut digunakan oleh kelompok teroris untuk membiayai latihan perang, pembelian senjata dan bahan peledak, serta memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk membiayai janda teroris. [fw/em]