Indonesia menegaskan kembali komitmen penuh dalam upaya mencegah dan menanggulangi terorisme, termasuk dalam pendanaan terorisme. Hal ini disampaikan Wakil Menteri Luar Negeri A.M. Fachir dalam debat terbuka Dewan Keamanan PBB tentang “Threats to International Peace and Security Caused by Terrorist Acts: Preventing and Combating the Financing of Terrorism” di markas besar PBB di New York, hari Kamis (28/3).
“Masyarakat internasional harus bekerjasama secara inovatif dan beradaptasi mencegah dan mengatasi maraknya pendanaan terorisme,” ujar Fachir dalam debat terbuka yang dipimpin Menteri Luar Negeri Perancis Jean-Yves Le Drian. Ia juga mengingatkan kembali aksi terorisme terhadap dua masjid di kota Christchurch, Selandia Baru, dua minggu lalu yang menewaskan 50 orang dan melukai puluhan lainnya. Aksi itu menurut Fachir membuktikan bahwa tidak ada satu negara pun yang dapat terbebas dari ancaman terorisme.
Indonesia, ujar Fachir, menyambut baik peningkatan kerjasama internasional, termasuk adopsi Resolusi 2462 tentang “Pencegahan & Penanganan Pendanaan Terorisme” yang ikut disponsori Indonesia. Adopsi dan implementasi resolusi ini dinilai penting untuk mempertegas komitmen pada konvensi lainnya, seperti Konvensi Untuk Menekan Pendanaan Terorisme dan berbagai resolusi Dewan Keamanan Lain. Termasuk rekomendasi Gugus Tugas Tindakan Keuangan FATF dalam aturan hukum di negara masing-masing.
Wamenlu A.M. Fachir juga menggarisbawahi perlunya meningkatkan adaptasi masyarakat internasional dalam menanggapi berbagai perkembangan teknologi di bidang keuangan dan informasi, “lewat kebijakan yang tegas, fleksibel, inovatif dan praktis.”
Disisi lain Indonesia juga mendorong peningkatan kerjasama global untuk saling tukar informasi, bantuan teknis, peningkatan kapasitas aparat penegak hukum dan unit intelijen keuangan, serta koordinasi antar badan dan komite PBB.
Indonesia dan Thailand pernah melangsungkan KTT Penanganan Pendanaan Terorisme di Bangkok pada November 2018 lalu untuk menganalisa risiko dan ancaman di kawasan, serta mengkaji lebih dalam dampak pendanaan teroris di kawasan Asia Pasifik. “Indonesia secara terus menerus juga meningkatkan kapasitas perangkat hukum dan infrastruktur, antara lain lewat Strategi Nasional Tindak Pidana Pendanaan Teroris, serta penguatan kerjasama antar kementerian/lembaga dan sektor swasta,” tegas Fachir.
Kepala Urusan Kontra-Terorisme PBB Vladimir Voronkov dalam sidang di Dewan Keamanan PBB mengatakan resolusi itu dikeluarkan pada saat “kritis,” ketika teroris kini mendapatkan uang lewat saluran-saluran resmi dan tidak resmi, termasuk dengan perdagangan narkoba, perjanjian pembangunan dan penjualan mobil bekas.
Resolusi itu menuntut semua negara untuk “memastikan bahwa hukum dan peraturan di dalam negeri masing-masing negara memasukkan upaya mengumpulkan dana atau membiayai sumber-sumber kelompok teroris atau pelaku secara individu, sebagai pelanggaran pidana serius.”
Dewan Keamanan PBB juga meminta anggota untuk membuat unit intelijen keuangan.
Negara-negara yang gagal melaksanakan resolusi itu akan menghadapi sanksi PBB. [em]