Kampanye imunisasi dan peningkatan kesadaran publik itu dimulai pada pertengahan Desember dengan memusatkan perhatian pada vaksinasi anak-anak berusia di bawah 19 tahun. Hal ini dilakukan untuk mengatasi hampir 591 kasus difteri yang dilaporkan, atau berarti meningkat 42% tahun ini.
“Menurut hemat saya, difteri adalah penyakit mematikan dan perlu dicegah. Jadi dengan program-program semacam ini, termasuk imunisasi, kita bisa mencegahnya,” kata Zahra Ulya Putri, seorang mahasiswi.
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki tingkat penyakit difteri tertinggi di dunia, meskipun sudah hampir satu abad ada vaksin untuk mencegahnya.
Ada ketidakpercayaan publik terhadap vaksin, sehingga para petugas kesehatan perlu mengatasi kekhawatiran itu guna mengatasi penyakit tersebut.
Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek mengatakan, “Ini adalah kebutuhan. Tidak semua hal tidak bermanfaat. Inilah yang perlu ditekankan. Bahwa vaksin ini disiapkan dengan hati-hati. Bahkan obat-obatan dan vaksin ini sangat diperlukan demi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Karena itu kita tidak bisa begitu saja menolaknya.”
Tahun ini lebih dari 30 orang meninggal akibat penyakit pernafasan di Indonesia. Laporan media membuat banyak orang kini ingin diimunisasi dengan vaksin itu.
“Sebagaimana yang saya tonton di televisi, wabah dan penyakit semacam ini sangat mengkhawatirkan. Ini mematikan, bisa membunuh anak-anak dan orang dewasa, sehingga membuat saya sangat khawatir. Itulah sebabnya saya sangat ingin anak saya diimunisasi sehingga bisa menghindari penyakit ini,” ujar Siti Aminah, warga Jakarta.
Sejumlah rumah sakit di Jakarta melaporkan adanya sekitar 11 pasien difteri per hari, sebagian besar anak-anak. [em/al]