Pemerintah melalui Kementerian Luar Negeri, Selasa (26/3), menyambut baik resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang mendesak dilakukannya gencatan senjata segera di Gaza. Indonesia menyerukan agar resolusi yang mengikat secara hukum itu segera dilaksanakan oleh semua pihak.
“Sekaranglah saatnya untuk memastikan terlaksananya bantuan kemanusiaan besar-besaran dan perlindungan warga sipil di Gaza,” ujar Kementerian Luar Negeri dalam sebuah pernyataan.
Resolusi PBB tersebut disetujui pada Senin (25/3), hari ke-171 sejak Perang Gaza meletus. Empat anggota tetap DK PBB, yakni Rusia, Inggris, Prancis, dan China mendukung resolusi itu. Sedangkan Amerika Serikat (AS) yang sudah tiga kali memveto empat resolusi serupa sebelumnya, kali ini memilih abstain.
Konflik Israel-Hamas telah menewaskan lebih dari 32.000 warga Palestina di Gaza dan mencederai 74 ribu orang lainnya. Israel mengatakan, Hamas menyandera 253 orang dalam serangannya ke Israel pada 7 Oktober lalu. Sekitar 1200 warga di Israel tewas dalam serangan tersebut.
Dalam resolusi itu, PBB mendesak dihentikannya semua serangan terhadap warga sipil, pembebasan semua sandera, dan perluasan akses bagi bantuan kemanusiaan. Resolusi itu juga menekankan pentingnya menambah aliran bantuan keamanusiaan dan memperkuat perlindungan warga sipil di seluruh Jalur Gaza. DK PBB juga menegaskan kembali tuntutannya agar tidak ada lagi hambatan terhadap penyediaan bantuan kemanusiaan dalam skala besar.
Kemajuan Positif
Pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia Yon Machmudi mengatakan resolusi DK PBB tersebut merupakan kemajuan yang positif berkaitan dengan penyelesaian konflik bersenjata di Gaza.
"Abstainnya Amerika secara tidak langsung memberikan dukungannya terhadap pelaksanaan gencatan senjata di Gaza yang memang sudah memakan korban hampir 32.000 warga sipil. Ini juga menjadi perhatian khusus dunia internasional berkaitan tragedi ini," katanya.
Yon mencatat bahwa, sebaliknya, AS menunjukkan ketidakkeinginan untuk mengambil sikap yang lebih tegas. Namun ia menganggap bahwa keputusan negara adikuasa itu untuk abstain justru membuka peluang untuk menerapkan gencatan senjata di Gaza, yang akhirnya memaksa Israel untuk mematuhinya.
Yon juga berpendapat, abstainnya AS itu dipicu oleh tindakan-tindakan Israel di Gaza yang tidak dapat ditoleransi lagi, misalnya bersikukuh ingin menginvasi Rafah yang saat ini dihuni satu juta pengungsi meski korban jiwa sudah mencapai puluhan ribu.
"Tidak ada cara yang lebih efisien selain dengan menyetujui atau membiarkan resolusi PBB ini lolos. Saya melihat sebenarnya Amerika juga tidak sabar lagi dengan kebijakan dan tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Netanyahu (PM Israel -red)," ujarnya.
Sikap abstain tersebut, tambahnya, menunjukkan AS sebenarnya juga menginginkan terwujudnya gencatan senjata di Gaza.
Yon menyebutkan resolusi DK PBB bersifat mengikat dan pihak yang melanggar diharapkan dapat dikenakan sanksi. Jika gencatan senjata itu betul-betul dipatuhi, imbuhnya, DK PBB harus bisa memastikan resolusi dapat berjalan dengan baik dan tidak dilanggar.
Yon menambahkan, hal lain yang juga penting adalah memperkuat perundingan damai setelah terwujudnya gencatan senjata. [fw/ah]
Forum