Tidak lama setelah berita tentang tercapainya gencatan senjata sementara antara Israel dan Hamas mengemuka, pemerintah Indonesia lewat Kementerian Luar Negeri menyatakan “menyambut positif dicapainya kesepakatan jeda kemanusiaan sementara di Gaza.”
“Indonesia secara konsisten menyerukan pentingnya penghentian kekerasan secara berkelanjutan guna membuka akses bagi bantuan kemanusiaan secara luas ke Gaza, termasuk bantuan dari pemerintah dan rakyat Indonesia,” tambah pernyataan itu.
Gencatan Senjata dan Pembebasan Sandera
Israel dan Hamas menyepakati gencatan senjata selama empat hari, berlaku mulai hari Kamis (23/11), yang diikuti dengan pembebasan 50 warga Israel yang selama ini disandera Hamas dan pembebasan puluhan tahanan Palestina oleh Israel. Kesepakatan ini juga membuat sejumlah besar bantuan kemanusiaan dapat masuk ke daerah-daerah yang membutuhkan.
Kesepakatan ini tercapai berkat mediasi Qatar, Amerika dan Mesir dengan kedua pihak yang bertikai. Kesepakatan ini merupakan terobosan terbesar yang berhasil dicapai sejak serangan Hamas ke bagian selatan Israel pada 7 Oktober lalu yang memicu serangan balasan Israel, yang menghancurkan sebagian besar Gaza dan meningkatkan kekhawatiran meluasnya konflik ke Timur Tengah.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan akan kembali memulai perang setelah gencatan senjata itu berakhir hari Minggu (26/11) dan akan terus berjuang “hingga kami mencapai seluruh tujuan,” termasuk mengalahkan Hamas.
Mengutip keterangan sejumlah warga di Kota Gaza, Associated Press melaporkan Israel mengintensifkan serangannya ke kota itu Rabu malam dengan serangkaian tembakan, artileri berat dan serangan udara ke pusat kota. Asap tebal membubung di atas kota itu ketika sejumlah bangunan rata dengan tanah.
Pengamat: Gencatan Senjata Baik, Tapi Rentan
Pengamat Timur Tengah di Universitas Padjajaran, Bandung, Dr. Teuku Rezasyah mengatakan meskipun gencatan senjata ini merupakan suatu kemajuan, tetapi “kita harus expect the unexpected” atau “memperkirakan sesuatu hal yang tidak dapat diperkirakan.” Ia merujuk pada potensi serangan yang lebih hebat yang dilancarkan Israel setelah kesepakatan ini berakhir hari Minggu.
“Gencatan senjata berarti masing-masing pihak menarik diri, tetapi sekaligus mempersiapkan diri pada masa itu. Saya bisa bayangkan setelah empat hari akan terjadi gempuran lebih dahsyat dari Israel karena ia sudah menguasai sebagian besar Gaza. Ia sudah menguasai rumah sakit-rumah sakit, dan perang kota sudah hampir dimenangkan. Setelah empat hari jeda ini pasti datang serangan lebih hebat," paparnya.
"Jadi selama empat hari ini bantuan harus benar-benar bisa masuk, dan mereka yang sakit dan meninggal dapat segera diproses, dalam arti dievakuasi atau dimakamkan. Untuk itu WHO, UNICEF, Liga Arab, OKI dan banyak lainnya harus turun tangan. Ibu Menteri Luar Negeri kita dan tujuh mitranya harus membantu mengkondisikan agar situasi setelah empat hari ini menjadi lebih baik,” imbuh Rezasyah.
Di sisi lain, beberapa menteri luar negeri yang telah mendapat amanah dari Liga Arab dan OKI untuk mengupaya berakhirnya aksi kekerasan di Gaza ini, tambah Reza, harus bergerak cepat “meminta jasa baik Sekjen PBB untuk intervensi, misalnya dengan mengirim pasukan perdamaian, dan memonitor seluruh situasi ini lewat perwakilan PBB yang ditugaskan di sana untuk mengetahui secara langsung apa yang terjadi di sana.”
Delapan Menlu OKI Minta Bantuan Negara Anggota Tetap DK PBB
Delapan menteri luar negeri negara anggota OKI telah terbang ke Beijing, Moskow, London dan Paris untuk meminta bantuan negara-negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB mengakhiri kekerasan di Gaza.
Perang Israel-Hamas ini berawal dari serangan kelompok militan Hamas ke bagian selatan Israel pada 7 Oktober lalu yang menewaskan 1.200 orang, sebagian besar warga sipil. Israel membalas serangan itu dengan memborbardir Gaza, wilayah yang dikuasai Hamas. Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan hingga hari Rabu (22/11) lebih dari 12.700 orang tewas, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Sejumlah truk yang membawa 111 jenazah dari bagian utara Gaza, termasuk yang berasal dari RS Al Shifa yang diserang Israel pekan lalu, tiba di Khan Younis. Seluruh jenazah itu dimakamkan secara massal di kota itu.
Lebih dari 1,7 juta warga Palestina terpaksa meninggalkan rumah mereka di bagian utara Gaza akibat perang ini. [fw/em]
Forum