Dalam jumpa pers secara virtual di kantornya di Jakarta, Selasa (2/6), Menteri Agama Fachrul Razi menjelaskan keputusan itu diambil karena pemerintah tidak lagi memiliki kecukupan waktu dalam hal pelayanan dan keselamatan calon jamaah haji.
"Berdasarkan kenyataan tersebut, pemerintah memutuskan untuk tidak memberangkatkan jamaah haji pada tahun 2020 atau tahun 1441 Hijriyah ini," kata Fachrul Razi.
Fachrul Razi menambahkan sesuai amanat undang-undang, selain mampu secara ekonomi dan fisik, kesehatan, keselamatan, dan keamanan jamaah haji harus dijamin dan diutamakan sejak dari embarkasi atau debarkasi, dan perjalanan serta saat berada di Arab Saudi.
Menurutnya keputusan ini sudah melalui kajian mendalam. Pandemi virus corona melanda hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia dan Arab Saudi dan dapat mengancam keselamatan jamaah haji.
Kementerian Agama juga telah melakukan kajian literatur dan menghimpun data serta informasi tentang haji di masa pandemi pada masa lalu. Hasilnya, penyelenggaraan haji di masa wabah penyakit menyebabkan puluhan ribu jamaah menjadi korban. Fachrul Razi mencontohkan wabah Thaun pada 1814, wabah kolera pada 1892, dan wabah meningitis pada 1987.
"Risiko keselamatan dan kemanusiaan menjadi prioritas pertimbangan kami di masa pandemi ini. Selain itu, juga risiko ibadah yang sangat mungkin terganggu jika haji diselenggarakan dalam situasi masih bertambahnya kasus positif Covid-19 di Arab Saudi dan juga di Indonesia," ujar Fachrul Razi.
Fachrul Razi mengakui pembatalan pemberangkatan calon jamaah haji ke Arab Saudi merupakan keputusan yang pahit. Tapi dia meyakini itu merupakan kebijakan paling tepat bagi jamaah dan petugas haji.
Ini bukan kali pertama Indonesia tidak mengirim jamaah haji ke Arab Saudi. Keputusan serupa berlaku semasa perang, yakni pada 1946-1948.
Menurut Fachrul Razi, pembatalan keberangkatan calon jamaah haji berlaku untuk semua kategori baik haji reguler, haji khusus, dan haji mujamalah atau furada.
Fachrul Razi mengatakan calon jamaah haji reguler dan khusus otomatis akan diberangkatkan di musim haji tahun depan. Mereka boleh menarik setoran ongkos haji yang telah lunas atau membiarkannya dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH).
Nilai manfaat dari setoran pelunasan tambahnya akan diberikan oleh BPKH kepada jamaah paling lambat 30 hari sebelum keberangkatan kelompok terbang pertama calon jamaah haji pada 2021.
Menurut Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama M. Nizar, pemerintah sudah melakukan komunikasi sangat proaktif dengan berbagai pihak berwenang di Arab Saudi.
"Sampai surat tanggal 1 (Juni) kemarin yang dikirimkan kepada Kementerian Agama, menyatakan komunikasi langsung dengan menteri haji (Arab Saudi), tidak bisa memastikan. Bahkan dalam surat itu belum ada kepastian apakah haji ini bisa diselenggarakan atau tidak karena melihat perkembangan COVID-19 yang belum juga kunjung selesai," tutur Nizar.
Keputusan pemerintah yang tidak memberangkatkan haji tahun ini membuat sedih Andri, calon jamaah haji dari Jakarta. Pasalnya sudah lama dia menunggu dapat pergi ke tanah suci. Meski demikian, Andri memahami keputusan pemerintah tersebut.
“Sedih pasti, soalnya sudah lama ingin pergi ke sana. Tapi habis gimana lagi pandemi gini, ya sudah kita terima saja. Yang penting tahun depan kita dapat dipastikan pergi ke sana,” kata Andri.
Hal yang sama juga disampaikan Nadia, calon haji lainnya. “Sedih banget ya. Nunggunya sudah lama terus tidak jadi. Tapi ya sudah lah,” ungkap Nadia.
Akibat kebijakan pemerintah ini, 221.000 orang tidak bisa menunaikan ibadah haji. [fw/ft]