Ridwan Kamil menyerukan masyarakat untuk tidak berburu masker. Sebab, alat perlindungan kesehatan itu dibutuhkan orang sakit dan petugas kesehatan.
“Jangan bulak-balik ke apotik atau toko online untuk membeli masker yang sebenarnya tidak diperlukan,” tegasnya usai memimpin rapat koordinasi penanganan virus korona se-Jawa Barat di Gedung Sate, Selasa (3/3) siang.
“Jangan sampai orang sakit atau petugasnya butuh malah tidak ada, karena dibeli oleh mereka yang sebenarnya tidak memerlukan,” tambahnya.
Imbauan ini keluar menyusul aksi sejumlah warga di beberapa kota—seperti Jakarta dan Bandung—yang berbelanja karena panik (panic buying). Mereka terlihat memborong masker dan sembako di sejumlah pusat perbelanjaan.
Sementara itu, pihaknya telah mengirim 10 ribu masker ke Depok, Jawa Barat, khusus bagi warga sakit dan petugas kesehatan.
Pria yang akrab disapa Emil ini meminta masyarakat tetap melanjutkan aktivitas sehari-hari sambil tetap menjaga kewaspadaan.
“Jadi mudah-mudahan kita laksanakan apa yang biasa kita laksanakan sehari-hari. Menggunakan konsep waspada tapi rasional. Bukan waspada tapi emosional,” ujar Emil.
Di sisi lain, ujar Emil, kepolisian akan memeriksa pabrik masker untuk mencegah oknum-oknum nakal.
“Polisi sudah ditugaskan mengecek ke pabrik-pabrik masker di jawa barat, supaya tidak ada penimbunan juga tidak ada penipuan produk-produk yang dilaporkan juga ada,” ujarnya.
Jabar Siaga 1 COVID-19
Provinsi Jawa Barat menetapkan status siaga 1 sejak Senin (2/3) dan langsung mendirikan pusat krisis.
Pemprov menyiapkan 28 rumah sakit di seluruh kabupaten/kota untuk menangani pasien COVID-19. RS Hasan Sadikin dan RS Paru Rotinsulu menjadi dua RS rujukan infeksi. Namun Emil mengingatkan, masyarakat yang ingin memeriksakan diri bisa datang ke RS terdekat dari rumah masing-masing.
“Jadi kalau ada gejala-gejala, tidak semuanya dikit-dikit langsung ke rumah sakit rujukan RSHS atau Rotinsulu. Bisa dilakukan penanganan di ring 2 atau ring 3,” jelasnya.
Sementara itu Direktur RS Hasan Sadikin dr. Nina Susana melaporkan sejumlah warga mulai datang memeriksakan diri.
“Tanpa screening apakah dia masuk dalam kriteria atau tidak, itu menyebabkan RSHS menerima banyak pasien yang sebetulnya bisa (ditangani) di daerah-daerah,” ujarnya kepada wartawan dalam kesempatan yang sama.
Dia mengatakan ada empat orang yang datang ke poliklinik pada Selasa pagi. Mereka datang dengan inisiatif sendiri, bukan rujukan RS atau dokter. Dr. Nina mengatakan, orang yang memiliki gejala dan riwayat perjalanan ke wilayah terdampak dapat segera memeriksakan diri dulu ke Puskesmas atau RS terdekat.
“Tetapi kalau dicurigai memang itu ada kontak dengan orang yang terinfeksi korona, itu pemeriksaannya harus ke rumah sakit rujukan infeksi (seperti Hasan Sadikin),” tutur Nina.
Dua warga Depok, Jawa Barat, menjadi dua pasien korona pertama yang diumumkan pemerintah Indonesia. Keduanya dirawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Suroso, Jakarta, setelah dinyatakan positif terpapar virus tersebut.
Dua pasien ini adalah seorang ibu berusia 64 tahun dan putrinya berusia 31 tahun. Mereka mengalami demam dan batuk usai kontak langsung dengan seorang WN Jepang di sebuah sekolah dansa di Jakarta pada pertengahan Februari.
WN Jepang itu dinyatakan positif korona usai kembali ke tempat tinggalnya di Malaysia. [rt/ab]