Tautan-tautan Akses

Inklusi Keuangan Syariah Indonesia Masih Rendah


Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam pengembangan ekonomi syariah (foto: ilustrasi).
Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam pengembangan ekonomi syariah (foto: ilustrasi).

Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam pengembangan ekonomi syariah. Beberapa penyebabnya adalah tingkat literasi dan inklusi ekonomi syariah yang masih rendah.

“Data Otoritas Jasa Keuangan 2023 menunjukkan tingkat literasi keuangan syariah baru mencapai 39,11 persen dan tingkat inklusi keuangan syariah sebesar 12,88 persen,” kata Direktur Infrastruktur Ekonomi Syariah, Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), Sutan Emir Hidayat di, Yogyakarta.

Pertumbuhan ekonomi syariah Indonesia sendiri sebenarnya menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Data Global Islamic Economy Indicator (GIEI) mencatat keberhasilan Indonesia menempati peringkat ketiga pada tahun 2023, naik dari peringkat 11 pada 2018, seperti dipaparkan dalam pernyataan media seusai konferensi tersebut.

Hidayat berbicara dalam 9th Gadjah Mada International Conference on Islamic Economics and Business (GamaICIEB) yang diselenggarakan di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, akhir pekan lalu.

GamaICIEB merupakan konferensi rutin tahunan yang diselenggarakan fakultas tersebut. Tahun ini, konferensi membahas tema "Islamic Financial Literacy and Inclusion: Dynamics and Advancement in Accounting, Business and Economics".

Ini merupakan forum diskusi dan promosi penelitian terkini dalam bidang ekonomi dan bisnis Islam.

Selain Sutan Emir Hidayat, konferensi tersebut menghadirkan Prof. M. Kabir Hassan dari University of New Orleans, Amerika Serikat, dan Guru Besar FEB UGM, Prof. Nurul Indarti.

Berbagai Tantangan

Sutan Emir Hidayat menjelaskan, ada sejumlah tantangan peningkatan inklusi keuangan syariah.

“Masih banyak blank spot dalam layanan keuangan Islam, terutama di wilayah pedesaan serta Indonesia bagian tengah dan timur,” kata Hidayat memberi contoh.

Dia menambahkan, kondisi itu menghambat pemenuhan kebutuhan keuangan Islam, terutama untuk transaksi keuangan terkait kegiatan keagamaan seperti haji, umrah, qurban, zakat, infaq, sadakah, serta wakaf.

Tantangan lain adalah kurangnya dukungan pemimpin komunitas dan tokoh agama untuk merekomendasikan keuangan syariah kepada masyarakat.

Sementara itu, Prof. M. Kabir Hassan dari University of New Orleans, Amerika Serikat mengatakan, literasi keuangan penting untuk mendukung stabilitas dan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selain itu, literasi keuangan yang baik tidak hanya memungkinkan masyarakat membuat keputusan finansial yang tepat, tetapi juga mengurangi kerentanan terhadap penipuan dan kesalahan manajemen keuangan.

Hassan menyebut, Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam meningkatkan literasi keuangannya. Beberapa di antaranya, perbedaan demografi dan tingkat pendidikan yang bervariasi, dampak pandemi terhadap perilaku keuangan, serta meningkatnya kejahatan siber terkait layanan keuangan digital.

Hassan merekomendasikan Indonesia memperkuat literasi keuangan, salah satunya melalui kolaborasi dengan sektor publik dan swasta, serta belajar dari strategi global untuk meningkatkan pemahaman finansial masyarakat.

Sementara itu, Guru Besar FEB UGM, Prof. Nurul Indarti menyoroti peran sumber daya dalam kinerja perusahaan, baik dari perspektif konvensional maupun Islam.

Dalam penelitian yang dilakukannya bersama tim, dia membandingkan perusahaan syariah dengan perusahaan konvensional. Hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan syariah secara umum lebih stabil dan efisien dibandingkan dengan perusahaan nonsyariah. Perusahaan syariah mengadopsi pendekatan yang lebih hati-hati dalam menjalankan operasional bisnis, memastikan bahwa setiap aspek keuangan mematuhi prinsip-prinsip Islam. Selain itu, kontribusi dari efisiensi modal manusia (human capital efficiency) yang tinggi juga terbukti mendukung kinerja keseluruhan perusahaan syariah. Perusahaan syariah juga sangat menghargai pertumbuhan yang seimbang dan pengambilan keuntungan secara etis.

Sebaliknya, perusahaan nonsyariah lebih bergantung pada intensitas modal (Capital Intensity) untuk mendorong performa mereka. Perusahaan nonsyariah lebih fokus pada pendekatan konvensional yang menekankan efisiensi dan pengelolaan modal untuk mencapai kinerja yang baik. Hasil penelitian tersebut memberikan wawasan penting bagi dunia bisnis dan keuangan tentang bagaimana penerapan prinsip-prinsip syariah dapat meningkatkan kinerja perusahaan. [ns/ka]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG