Berbekal relasi dan pengalaman berbisnis katering di Amerika Serikat selama beberapa puluh tahun terakhir, Artharini bersama suaminya, Wirawan, menjajaki pasar kuliner ibu kota Amerika Serikat dengan satu komitmen: menjual makanan halal.
Terletak di Kensington, Maryland, tidak jauh dari ibu kota Washington DC, pasangan diaspora Indonesia itu menawarkan beragam kuliner khas nusantara kepada masyarakat Amerika di ‘Artha Rini Indonesian Restaurant’.
Makanan Halal Indonesia di AS
Menu yang menjadi favorit para pelanggan mulai dari sate ayam, rendang, gado-gado, tempe mendoan, karedok, hingga rawon. Semua menu itu dipastikan Artharini halal; baik dari segi pengolahannya maupun asal-usulnya.
“Ternyata ada ya daging yang spesifik, ini yang halal dan ini yang tidak halal. Meskipun sama-sama beef gitu kan. Nah, dari situ akhirnya aku oke, kita komitmen halal. Karena dengan halal, semua orang Insya Allah bisa makan,” ujar Artharini kepada VOA, Jumat (29/2).
Di Amerika Serikat, tidak semua daging sapi, kambing, ataupun ayam yang dijual di toko retail atau supermarket berasal dari pemotongan yang menerapkan syariat Islam. Sehingga, warga yang ingin mendapatkan produk halal, seperti Artharini, harus betul-betul memastikan keberadaan label halal di setiap produk yang ingin diperolehnya.
Produk Halal Semakin Diminati di AS
Sejumlah riset menunjukkan, produk halal semakin diminati masyarakat Amerika dalam beberapa tahun terakhir.
Riset dari Technavio yang dirilis Oktober 2023 menunjukkan bahwa pasar halal di Amerika Serikat diprediksi mencapai angka 43,27 miliar dolar AS dan diperkirakan mengalami pertumbuhan per tahun sebesar 7,42 persen antara 2023 hingga 2028 mendatang.
Secara global, menurut laporan State of the Global Islamic Economic Report tahun 2023, pasar penjualan makanan dan minuman halal juga diprediksi meningkat di tahun 2027 sebanyak 6,1 persen, dari sebelumnya, 1,4 triliun dolar AS, menjadi 1,89 triliun dolar AS.
Menurut Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) Indonesia, fenomena ini selain disebabkan karena meningkatnya jumlah populasi muslim di dunia, produk halal dilihat masyarakat non-Muslim sebagai produk berkualitas yang terjamin kebersihan dan kesehatannya.
“Halal ini untuk kebutuhan semua orang. Bukan hanya sekadar masalah agama, tetapi masalah kesehatan juga,” jelas Plt. Direktur Produk Industri Halal KNEKS Putu Rahwidhiyasa kepada VOA, Selasa (12/3).
Tantangan Indonesia Hadapi Pasar Halal Global
Meski begitu, potensi pasar produk halal secara global belum dimanfaatkan Indonesia secara maksimal. Menurut Putu, perlu adanya pemahaman yang merata di masyarakat bahwa produk halal bukan hanya untuk umat Islam. Selain itu, juga penting dalam memastikan produk yang dijual atau diperolehnya betul-betul halal.
“Miskonsepsi masih cukup banyak. Misalnya, ‘saya ngapain sertifikasi halal, kan saya pakai daging sapi, sapi kan halal’ begitu. Tapi kan dalam ketentuan sertifikasi halalnya itu tidak hanya sekadar sapinya, tetapi bagaimana cara memotongnya? Apakah darahnya keluar semua? Atau apakah perlakuannya baik? Seperti itu, jadi itu harus dilihat juga,” jelasnya.
Persoalan serupa juga dihadapi Artharini yang baru saja membuka restoran halalnya di Amerika Serikat. Dirinya mengaku kerap mendapat banyak pertanyaan terkait kehalalan produk yang dijualnya.
“Kebanyakan muslim yang datang ke sini, mereka tanya, ‘makananmu halal enggak? Beef-nya halal enggak? Chicken-nya halal enggak?’ ‘Oh, everything’s halal, Insya Allah halal semua’ aku bilang begitu,” ujar Artharini.
Artharini kini sedang mencari cara untuk mengurus sertifikasi halal restorannya. Jika sudah mendapatkan sertifikat tersebut, Artharini berharap para pelanggannya tidak perlu lagi mempertanyakan kualitas dan kehalalan masakan Indonesia yang disajikannya. [ti/ab]
Forum