Kerusakan terumbu karang di Raja Ampat, Papua Barat, seluas lebih dari 13.533 meter per segi akibat ditabrak kapal pesiar Caledonian Sky pada 4 Maret lalu, tampaknya akan berbuntut panjang. Bukan hanya karena begitu banyak pihak yang terlibat, tetapi juga dampak lanjutan insiden tersebut. Itulah sebabnya pemerintah Indonesia menyatakan akan meminta pertanggungjawaban semua pihak yang terlibat dalam insiden itu.
“So it’s a trifold case. First, the compensation that we’re going to look from the insurance. Second, the criminal responsibility and it will be a criminal litigation. Third, the professional conduct,” ujar Arif Havas Oegroseno.
“Kasus ini berlapis-lapis. Pertama, kami akan berupaya mendapatkan kompensasi dari pihak asuransi. Kedua, tanggungjawab kriminal dan gugatan hukum. Ketika, tindakan terhadap perilaku professional.”
Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementrian Koordinasi Maritim, Universitas Papua, LIPI dan Institut Pertanian Bogor, sepanjang pekan lalu terlibat dalam pembicaraan intensif dengan pemilik dan perusahaan asuransi kapal Caledonian Sky. Kedua pihak akhirnya sepakat untuk mengadakan survei bersama untuk menentukan tingkat kerusakan dan jumlah ganti rugi yang akan dikenakan, serta beberapa kesepakatan lain.
Tetapi menurut Deputi Koordinator Bidang Kelautan Maritim Kementerian Koordinator Kemaritiman Arif Havas Oegroseno yang diwawancarai VOA melalui telepon mengatakan, ganti rugi saja tidak cukup.
“Secara sederhananya begini: insiden ini bisa dianalogikan seperti kecelakaan mobil. Jika kita punya mobil, tentu kita punya asuransi, khan? Nah, ketika terjadi kecelakaan, ada kerusakan dan korban luka atau meninggal, maka untuk soal kerusakan yang menanggung adalah pihak asuransi. Tetapi soal korban luka atau meninggal, maka yang dimintai pertanggungjawaban hukum adalah pengemudi mobil. Sederhana khan? Ini kasusnya sama. Ada kapal dengan kapten, yang bukannya menunggu air pasang, tetapi memilih melakukan manuver untuk tetap berlayar dan menabrak terumbu karang," jelas imbuh Arif Havas Oegroseno.
"Kita berurusan dengan asurani, tidak ada gugatan hukum karena langsung berurusan dengan mereka. Kita adakan pertemuan, sepakati untuk survei bersama dan sepakati untuk melakukan valuasi (penilaian) kerugiannya sejauh mana. Ini bukan gugatan hukum. Ini urusan asuransi. Tetapi jika at some point ada dispute (perselisihan) dengan pihak asuransi soal ganti rugi yang diajukan, nah kita baru bawa ke hukum perdata. Itu langkah berikutnya. Sekarang ini kita selesaikan dulu dengan pihak asuransi,” lanjutnya.
Insiden di Raja Ampat Cukup Rumit, Tapi Bisa Diselesaikan
Kapal pesiar yang membawa 102 penumpang dan 79 awak itu menabrak terumbu karang ketika air laut surut pada 4 Maret 2017 sekitar jam 12.41 WIT dalam perjalanan wisata mengamati keanekaragaman burung dan pementasan seni.
Dalam perjalanan menuju ke Bitung, Sulawesi Utara, kapten kapal ditengarai hanya merujuk pada petunjuk GPS dan radar tanpa mengindahkan faktor gelombang dan kondisi alam lainnya. Sedikitnya delapan genus karang hancur berkeping-keping, sementara luas kerusakan terumbu karang yang ditabrak mencapai lebih dari 13.533 meter per segi.
Insiden di Raja Ampat, Papua Barat ini memang cukup rumit. Kapal pesiar Caledonian Sky yang ketika berlayar menggunakan bendera Bahama adalah kapal milik dan dioperasikan oleh Swedia, namun pembelian tiket atau operasi juga dilakukan di Inggris. Kapten kapal Keith Michael Taylor adalah warga negara Inggris yang tinggal di Amerika. Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menyatakan hal itu seusai bertemu Dubes Inggris Untuk Indonesia Moazzam Malik, Jumat lalu (17/3).
Tetapi sebagaimana keterangan Arif Havas Oegroseno pada VOA, hal ini bisa diselesaikan tahap demi tahap secara cermat dan tidak terburu-buru.
“Mau cepat? Bisa! Bayar saja! Bayar kerugiannya sekian miliar dolar. Tapi mereka (asuransi kapal) khan tidak mau. Jadi kita mau cermat bukan cepat. Untuk cermat harus ada kesepakatan dulu tentang kawasan yang rusak, kerugian akibat terumbu karang yang rusak, ikan yang hilang, biota yang mati, ekosistem dan pariwisata. Jadi harus cermat bukan cepat,” ujar Arif Havas Oegroseno.
Indonesia Serukan Kapten Kapal Untuk Juga Bertanggungjawab
Arif Havas mengakui bahwa sebelumnya sudah ada beberapa insiden serupa dimana terjadi kerusakan terumbu karang akibat ditabrak kapal. Tetapi baru sekali ini kerusakan yang ditimbulkan demikian besar dan melibatkan kapal pesiar asing. Kapten Keith Michael Taylor sebelumnya diketahui sudah pernah melakukan pelanggaran serupa di pelabuhan Kuala Tanjung – Sumatera Utara.
“Untuk kapten kapal, ia adalah warga negara Inggris tetapi tinggal di Amerika. Ini kawasan jangkauannya Voice of America. Jadi minta bantuan para pendengar untuk email kapten Keith Michael Taylor yang kini berada di Florida, kok diem-diem aja. Tidak ada statement minta maaf, tidak ada statement menyesal. Diam-diam saja. Tidak ada public statement whatsoever terhadap kerusakan yang dia timbulkan di kawasan yang sangat berharga bagi ekosistem dunia. Dia tinggal di Florida sekarang,” ujar Arif Havas Oegroseno.
Indonesia Siap Perketat Aturan Kemaritiman
Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan dalam keterangannya di Jakarta hari Senin (20/3) mengatakan akan melakukan pembenahan dan introspeksi lebih jauh. “Bagaimana kapal itu bisa lepas. Kita ingin peraturan untuk lebih ketat lagi karena Raja Ampat adalah daerah tujuan wisata kita, dan kedua terumbu karang di daerah itu termasuk jenis yang langka di dunia.” [em/al]