Iran, Jumat (23/11) “membantah keras” tuduhan Amerika bahwa negara ini memiliki program senjata kimia dan menuduh Washington melanggar komitmennya sendiri kepada badan pengawas internasional.
Tuduhan Amerika itu merupakan serangan terbaru terhadap Iran dari pemerintahan Presiden Donald Trump, yang tahun ini menarik diri dari perjanjian nuklir penting tahun 2015 antara negara-negara berpengaruh dan Teheran, dan memberlakukan kembali sanksi-sanksi sepihak yang melumpuhkan.
“Amerika Serikat, telah membuat, sebagaimana kebiasaannya, tuduhan tak berdasar terhadap republik Islam, yang kami bantah dengan keras,” sebut kementerian luar negeri Iran dalam suatu pernyataan.
“Tuduhan keliru dan palsu itu semata-mata karena sikap bermusuhannya terhadap bangsa Iran dan dimaksudkan untuk membelokkan perhatian internasional dari komitmennya yang dilanggar dan dilanjutkannya dukungan untuk arsenal kimia rezim Zionis dan untuk kelompok-kelompok teroris.”
Amerika, Kamis (22/11) menuduh Iran tidak memberitahukan tentang program senjata kimia kepada badan pengawas global, yang merupakan pelanggaran dalam perjanjian internasional.
Utusan Amerika Kenneth Ward memberitahu Organisasi Pelarangan Senjata Kimia (OPCW) di Den Haag bahwa Teheran juga berusaha memiliki agen-agen saraf yang mematikan untuk tujuan ofensif.
Iran berjanji delegasinya akan memberi jawaban rinci kepada OPCW. Iran kemudian menuduh Amerika menjadi “satu-satunya negara anggota yang memiliki arsenal senjata kimia dan hingga sekarang belum bertindak memenuhi kewajiban untuk memusnahkannya.”
Iran adalah satu dari sedikit negara yang diserang dengan senjata kimia sejak berakhirnya Perang Dunia I pada tahun 1918.
Senjata kimia yang digunakan Irak semasa pemerintahan Saddam Hussein dalam perang tahun 1980-1988 dengan Iran, menewaskan puluhan ribu tentara dan warga sipil Iran.
Sejak itu Iran telah menyatakan tentangan keras terhadap penggunaan atau kepemilikan senjata kimia oleh negara apapun. [uh]