Iran pada Kamis (30/12) menggunakan roket peluncuran satelitnya untuk mengirim tiga piranti penelitian ke luar angkasa, demikian ujar seorang juru bicara Kementerian Pertahanan Iran, ketika pembicaraan tidak langsung antara Iran dan Amerika di Austria untuk mencoba menghidupkan kembali perjanjian nuklir tahun 2015 sedang berlangsung.
Ia tidak mengklarifikasi apakah piranti itu telah mencapai orbit. Tetapi mengatakan peluncuran itu adalah tes menjelang upaya untuk menempatkan satelit ke orbit pada masa mendatang.
Beberapa tahun terakhir ini, Iran – yang memiliki salah satu program nuklir terbesar di wilayah Timur Tengah – telah mengalami beberapa kegagalan peluncuran satelit karena masalah teknis.
Juru bicara Ahmad Hosseini mengatakan roket pembawa satelit Simorgh (Phoenix.red) telah meluncurkan tiga piranti penelitian pada ketinggian 470 kilometer dengan kecepatan 7.350 meter per detik. Dalam wawancara di stasiun televisi pemerintah Iran, Hosseini mengatakan “tujuan penelitian dari peluncuran itu telah tercapai. Ini dilakukan sebagai peluncuran awal. Insya Allah kami akan segera melakukan peluncuran operasional segera.”
Televisi pemerintah Iran menunjukkan cuplikan apa yang dikatakan sebagai peluncuran kendaraan di Pusat Luar Angkasa Imam Khomeini di bagian utara Iran saat fajar.
“Dengan mengembangkan kapasitas kami untuk meluncurkan satelit, dalam waktu dekat satelit dengan berbagai aplikasi akan ditempatkan ke orbit,” ujar Hosseini.
“Muatan yang diluncurkan hari ini adalah sub-sistem satelit yang diuji dalam kondisi vakum – atau kondisi jauh di bawah tekanan atmosfer normal – dengan ketinggian, akselerasi dan kecepatan tinggi ketika data dikumpulkan,” tambahnya.
Menteri Teknologi Informasi dan Komunikasi Isa Zarepour mengatakan “saya berharap pelajaran dari peluncuran penelitian ini akan membuka jalan bagi akses operasional ke teknologi peluncuran sistem satelit.”
Peluncuran yang dilaporkan pada Kamis (30/12) itu berlangsung ketika Iran dan Amerika sedang melangsungkan pembicaraan tidak langsung di Wina guna menghidupkan kembali perjanjian nuklir yang dicapai Iran dengan negara-negara adidaya pada tahun 2015. Amerika meninggalkan diri dari perjanjian tersebut pada 2018 ketika Donald Trump berkuasa.
Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mengatakan pihaknya mengetahui laporan tentang peluncuran itu, dan menambahkan peluncuran itu menentang resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengabadikan perjanjian nuklir tahun 2015. [em/jm]