Studi pertama tentang keamanan dan keefektifan vaksin virus corona dimulai di Iran, Selasa (29/12).
TV pemerintah melaporkan, puluhan orang menerima suntikan vaksin yang dikembangkan di dalam negeri.
Vaksin yang diproduksi oleh Shifa Pharmed, bagian dari industri farmasi milik negara, adalah yang pertama di negara itu yang mencapai tahap uji coba pada manusia.
Presiden Hassan Rouhani mengatakan Iran saat ini juga sedang bekerja sama dengan sebuah negara asing untuk menghasilkan vaksin lain yang diharapkan dapat diuji coba pada manusia Februari mendatang, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Iran kesulitan membendung wabah virus terburuk di kawasan Timur Tengah itu, yang telah menginfeksi lebih dari 1,2 juta orang dan menewaskan hampir 55 ribu orang.
Studi tersebut, uji klinis fase 1, akan melibatkan 56 sukarelawan yang menerima dua suntikan vaksin dalam dua pekan, kata Hamed Hosseini, manajer uji klinis. Hasilnya baru akan diketahui kira-kira sebulan setelah suntikan ke-dua.
Tiga orang relawan menerima suntikan pertama, Selasa (29/12), dalam sebuah upacara di sebuah hotel di Teheran yang dihadiri oleh menteri kesehatan negara itu. Pihak berwenang memperkirakan vaksin tersebut akan memasuki pasar pada akhir musim semi 2021.
“Saya senang proses ilmiah berjalan dengan benar,'' kata Tayebeh Mokhber, putri ketua Barekat Pharmaceutical Group, yang menjadi orang pertama yang menerima vaksin itu. “Saya berharap hasilnya adalah kesehatan bagi rakyat kita.''
Vaksin yang diberi nama Coviran itu adalah vaksin yang tidak aktif, artinya dibuat dari virus corona yang telah dilemahkan atau dimatikan oleh bahan kimia, mirip dengan bagaimana vaksin polio dibuat. Vaksin-vaksin Barat terkemuka, seperti yang dibuat oleh Pfizer dan mitranya dari Jerman, BioNTech, menggunakan teknologi yang lebih baru dan kurang terbukti untuk menarget lonjakan protein virus corona dengan menggunakan asam ribonukleat (RNA).
Meski demikian, karena kemajuan lambat dalam penelitian vaksin Iran, dan karena negara-negara Barat telah memberikan persetujuan untuk penggunaan darurat vaksin dan memulai vaksinasi massal, pihak berwenang Iran telah menekankan perlunya mengimpor vaksin.
Pihak berwenang Iran telah berulang kali menuduh bahwa sanksi-sanksi keras Amerika menghalangi upaya mereka untuk membeli vaksin buatan luar negeri. Sanksi-sanksi AS sebenarnya mengecualikan pengobatan dan bantuan kemanusiaan ke Iran. Namun, bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan internasional ragu-ragu bertransaksi dengan Iran karena takut didenda atau dikunci dari pasar Amerika.
Iran sebetulnya memiliki akses ke vaksin-vaksin impor, termasuk melalui COVAX, sebuah program internasional yang dirancang untuk mendistribusikan vaksin virus corona ke negara-negara yang berpartisipasi di seluruh dunia.
Pada hari Senin, Iran mengatakan pihaknya mengharapkan sekelompok dermawan yang berbasis di AS mengirimkan ribuan vaksin virus corona Pfizer dalam beberapa pekan mendatang. [ab/uh]