Iran telah menguji coba misil jarak menengah, kata seorang pejabat militer Amerika. Ini lebih jauh meningkatkan ketegangan di kawasan Teluk Persia.
Pejabat yang minta namanya tidak disebut itu hari Kamis (25/7) menyatakan bahwa Iran menembakkan sebuah misil Shahab-3 pada hari Rabu (24/7). Misil itu tidak mengancam kapal maupun pangkalan militer Amerika di kawasan tersebut.
Proyektil itu terbang sejauh 1.100 kilometer melintasi Iran setelah diluncurkan dari pesisir selatan Iran dan mendarat di sebelah timur ibukota, Teheran.
Menurut pejabat itu, Amerika mengawasi dengan cermat lokasi tes Iran sewaktu kegiatan peluncuran disiapkan.
Tes ini berlangsung sementara ketegangan di kawasan kian meningkat menyusul serangan baru-baru ini terhadap tanker-tanker dan pesawat-pesawat nirawak yang mendorong Amerika meminta sekutu-sekutunya untuk melindungi jalur pelayaran di sana.
Peluncuran misil Iran itu bukan pelanggaran terhadap kesepakatan nuklir 2015 yang disetujui oleh Amerika, Iran dan negara-negara berpengaruh lainnya, suatu hal yang menjengkelkan Presiden Amerika Donald Trump.
Akan tetapi sebuah resolusi Dewan Keamanan PBB meminta Iran agar tidak terlibat dalam aktivitas terkait misil balistik yang mampu membawa senjata nuklir.
Trump mundur dari perjanjian nuklir 2015 pada tahun lalu dan memberlakukan sanksi-sanksi ekonomi yang ketat terhadap Iran dalam upaya meningkatkan pengaruhnya dalam pembicaraan yang ia harapkan akan mengarah pada kesepakatan yang lebih kuat.
Menteri Luar Negeri Amerika Mike Pompeo telah meminta agar Teheran menghentikan peluncuran misilnya dan menyingkirkan cadangan misilnya. Iran bersikukuh bahwa pihaknya tidak berkewajiban untuk mematuhinya, tidak berminat pada senjata nuklir dan karena itu tidak melanggar resolusi PBB.
Peluncuran misil Iran berlangsung hanya beberapa jam setelah Korea Utara menembakkan dua misil jarak dekat sementara upaya-upaya Trump untuk menghidupkan kembali pembicaraan untuk mengakhiri program senjata nuklir Korea Utara telah macet. [uh/ab]