Negara-negara Arab menuduh Iran mendukung pemberontak Houthi, yang telah mengusir Presiden Yaman pergi ke Riyadh dan merebut daerah luas di Yaman. Beberapa analis mengatakan konflik itu dipicu oleh persaingan kelompok Sunni dan Syiah di antara kedua kekuatan besar di kawasan itu.
Konvoi truk pembrontak Houthi tampak mengangkut tank ke wilayah selatan menuju ke Aden, lokasi dari bentrokan paling sengit dengan pasukan pro-pemerintah.
Langkah maju kelompok pemberontak itu diperlambat oleh serangan udara Arab Saudi. Berbicara di Madrid hari Selasa (14/4), Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarief mengecam keras tindakan Arab Saudi itu. Ia juga menyangkal bahwa Iran ikut campur di Yaman lewat pemberian dukungan kepada kelompok pemberontak Houthi dan mengusulkan rencana perdamaian empat pasal.
“Saya yakin ada alasan bahwa jika kita semua bersedia membantu, maka akan tercipta pemerintahan Yaman berbasis luas dan bersahabat dengan semua tetangganya, dan seharusnya itu menjadi tujuan kita. Jadi empat point yang saya usulkan adalah: gencatan senjata, bantuan kemanusiaan, dialog di antara fihak bertikai di Yaman dan pemerintahan berbasis luas yang bersahabat dengan tetangganya,” kata Zarif.
Iran menyangkal bahwa pihaknya memberi dukungan militer kepada kelompok Houthi, tetapi Yaman kini menjadi medan tempur antara Teheran dan Riyadh, kata Profesor Fawaz Gerges dari London School of Economics, yang berbicara kepada VOA melalui Skype.
“Persaingan di kawasan antara dua negara besar ini benar-benar menambah bahan bakar ke api yang bergejolak diberbagai arena pertempuran: di Suriah, di Irak, di Lebanon dan kini di Yaman. Persaingan Iran dan Arab Saudi telah mengubah konflik politik tidak saja menjadi perang yang disponsori oleh Iran dan Saudi, tetapi juga menjadi sebuah konflik sektarian,” ujar Gerges.
Gerges mengatakan pada umumnya kelompok Houthi tidak dianggap sekutu Syiah Iran di dalam Yaman, tetapi penduduk Yaman beraliran Sunni tetap merasa terancam ketika ketegangan sektarian meningkat, dan hal ini bisa menciptakan ranah yang subur bagi tumbuhnya ekstrimisme.
“Jika konflik ini berlanjut – dan tampaknya hal ini yang akan terjadi – saya kira Al Qaeda di Semenanjung Arab dan kemungkinan besar ISIS akan memperoleh basis dukungan sosial,” paparnya.
PBB hari Senin (13/4) memberlakukan embargo senjata yang efektif terhadap pemberontak Houthi. Duta Besar Amerika Untuk PBB Samantha Power menjelaskan dukungan Amerika atas langkah itu.
“Dengan memberlakukan hal-hal yang menimbulkan dampak pada kelompok Houthi dan mantan presiden Ali Abdullah Saleh, kami menuntut Houthi menghentikan operasi militer dan menyerukan kepada semua pihak untuk kembali ke meja perundingan,” usul Power.
Jika tidak ada penyelesaian, para analis khawatir kekuatan sektarian dari seluruh kawasan itu bisa terdorong ikut dalam perang sipil total.