Calon pasti presiden dari Partai Republik, Donald Trump, melihat langkah Inggris itu sebagai penegasan atas inti pesan kampanyenya, sedangkan calon pasti presiden dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, melihat hal ini sebagai bukti yang semakin memperkuat bahwa Trump tidak layak untuk menjadi presiden.
Kemenangan Brexit yang mengejutkan membuat pemerintahan Obama tidak siap menerimanya karena tidak sesuai harapan.
Sebaliknya, Donald Trump tampak menyambut baik hasil tersebut, ketika berbicara di Skotlandia sehari setelah hasil referendum Brexit.
Sedangkan Hillary Clinton menerkam pernyataan Trump dengan mengatakan gejolak moneter Inggris yang terjadi akibat Brexit, mungkin menguntungkan bisnis Trump di Skotlandia.
Jajak pendapat baru menunjukkan Clinton unggul 12 poin atas Trump, tetapi umumnya pemilih menginginkan arah baru bagi Amerika. Demokrat menegaskan pemilih tidak dibutakan oleh kegelisahan dan ketidakpuasan.
Gejolak di Inggris, yang mengguncang pemulihan ekonomi Amerika, bisa menjadi penentu dalam pemilu Amerika. Pemerintahan Obama menekankan perlunya meminimalkan gangguan yang muncul akibat Brexit. [ka/al]