Pemeriksa fakta JSH, Alfianto Yustinova, mengatakan aduan berita bohong atau hoaks meningkat pesat tiga hari setelah Presiden Joko Widodo mengumumkan dua kasus pertama corona di Indonesia, Senin (2/3). Bahkan peningkatannya mencapai 145 buah atau 44,5 persen.
“Ini wajar karena mungkin ada kepanikan dan banyak kekagetan di masyarakat,” ujar Alfi kepada wartawan.
Hoaks yang dipastikan kebohongannya antara lain hoaks Paus Fransiskus positif virus corona, hoaks 7 WNA diisolasi di RS karena dicurigai terpapar corona, serta hoaks 1000 tiket pesawat gratis untuk WNI karena virus corona.
Aduan terkait corona mendominasi laporan yang diterima JHS sejak awal 2020 sampai 4 Maret 2020. Dari 867 aduan hoaks, tema corona muncul sebanyak 326 aduan atau 37 persen.
Untuk itu, Alfi mengimbau masyarakat supaya mengecek kebenaran informasi ke media-media terpercaya. Jika informasi tersebut tidak jelas, jangan disebarkan lagi.
“Stop di diri Anda saja. Karena jika disebar lagi maka hanya akan menimbulkan kepanikan di masyarakat,” tambahnya.
Di sisi lain, JSH sejak Januari 2020 berupaya mengedukasi masyarakat terkait virus corona. Mulai dari pengetahuan dasar virus, cara penularan, dan pencegahan penularan.
Diresmikan Gubernur Jabar Ridwan Kamil, Jabar Saber Hoaks aktif sejak 7 Desember 2018.
Hotline Jabar Terima 417 Laporan Masyarakat
Sementara itu Pemprov Jabar menerima 417 laporan masyarakat terkait COVID-19. Laporan itu diterima oleh Dinas Kesehatan Jabar lewat hotline 08112093306.
Sekretaris Daerah Jabar Setiawan Wangsaatmaja, yang memimpin penanganan COVID-19 di provinsi tersebut, mengatakan laporan cenderung meningkat.
Jabar resmi menetapkan status siaga 1 setelah dua kasus pertama dilaporkan di Depok, Jabar. Provinsi tersebut membuka Pusat Informasi dan Koordinasi COVID-19 di 13 kabupaten/kota, antara lain di Kota Bandung, Kota Depok, Kota Cirebon, Kab. Ciamis, dan Kabupaten Pangandaran.
“Nah pusat informasi ini artinya direspons oleh masyarakat dengan baik. Karena dari pusat informasi dan koordinasi ini masyarakat akan tahu perkembangan terkini. Tapi bukan hanya sekedar perkembangan ada yang terinfeksi atau tidak, tetapi (juga) bagaimana pola-pola pencegahan, pola-pola menjaga diri kita tidak terinfeksi,” ujar Setiawan di Bandung.
Setiawan menambahkan, saat ini pihaknya memantau total 287 Pasien Dalam Pemantauan (PDP). Mereka tidak masuk rumah sakit namun dipantau selama 14 hari.
PDP yang sudah ditangani mencapai 97 orang, sementara 190 orang sisanya masih dipantau.
“Lalu Orang Dalam Pengawasan, misalnya mereka ada gejala yang mirip tapi belum tentu terinfeksi dan ada di rumah sakit yang kita sebut ODP itu jumlahnya 43 orang. Lalu selesai tertangani 24 orang dan sisa prosesnya 19 orang”, kata Setiawan.
Jabar menyiapkan 26 rumah sakit rujukan COVID-19 dengan ruang isolasi dan alat pelindung sesuai standar. Rinciannya adalah satu rumah sakit kelas A, 20 rumah sakit kelas B, empat rumah sakit kelas C, dan satu rumah sakit kelas D. [rt/em]