Ribuan aparatur pemerintahan di tingkat Kecamatan, Kepolisian Sektor, serta Rayon Militer dari seluruh daerah di Jawa Timur, menghadiri sarasehan mengantisipasi dan mencegah ancaman bahaya ISIS serta kelompok radikal lainnya di Jawa Timur. Sarasehan diisi pembekalan dari para pakar dan tokoh agama, yang menerangkan mengenai bahaya ISIS serta kelompok radikal yang anti terhadap Pancasila.
Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah, Dien Syamsudin menegaskan, bahwa ISIS merupakan gerakan kelompok politik yang menyalahgunakan agama sebagai kedok untuk berbuat sesuai keinginan kelompoknya.
“ISIS bukanlah gerakan atau organisasi keagamaan terutama yang berdasarkan Islam, tetapi ISIS adalah kelompok dan gerakan politik radikal yang mempunyai cita-cita dan kepentingan politik tertentu yang bersifat radikal dalam arti ingin menghanculkan segalanya ke akar-akarnya,” tegas Dien Syamsudin.
Sementara itu ulama Quraish Shihab menilai keberadaan ISIS menodai Islam sebagai agama yang membawa damai, karena kelompok ISIS selalu memakai kekerasan dalam mencapai tujuannya, serta menganggap musuh siapa pun yang berbeda pendapat atau ide dengan ISIS.
Quraish Shihab mengatakan, "Yang memperparah adalah mereka itu atau pendukung-pendukungnya, atau yang se-ide dengan mereka bukan saja menolak ide-ide yang baik, ide-ide yang muncul setelah kepergian nabi dan sahabat-sahabatnya, bukan saja menolaknya dengan berargumentasi, tetapi menolaknya dengan memfitnah.”
Pada pertemuan yang digagas Forum Pimpinan Daerah (Forpimda) Jawa Timur, dilakukan Deklarasi Anti ISIS di Indonesia, serta gerakan radikal yang tidak sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Para anggota Forum Pimpinan Daerah menyematkan gelang anti ISIS di pergelangan tangan masing-masing, sebagai bentuk dan sikap penolakan terhadap kelompok radikal di Indonesia, termasuk ISIS.
Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol. Anas Yusuf mengatakan, deklarasi ini merupakan bentuk antisipasi dan perlawanan masyarakat Jawa Timur terhadap gerakan radikal, melalui pengoptimalan kerjasama tiga pilar yakni Polisi, TNI dan Pemerintah di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa.
“Saya rasa untuk semua kita tetap antisipasi, kita mencoba untuk Trisula, kita genjot itu supaya tiga pilar ini bisa betul-betul bermanfaat untuk mansyarakat. Kalau kita memiliki sense of crisis terhadap setiap perkembangan yang terjadi di wilayah, tentunya kita lebih bisa mengantisipasi,” kata Irjen Pol. Anas Yusuf.
Panglima Daerah Militer V Brawijaya, Mayjen TNI Eko Wiratmoko menegaskan, pihaknya telah memerintahkan aparat TNI sampai di tingkat bawah untuk memantau serta mewaspadai gerakan ISIS, agar tidak sampai berkembang luas di Jawa Timur.
“Ya seluruh Babinsa (bintara pembina desa) yang ada di tempat ya untuk memantau pergerakan ISIS, kalau ada di Jawa Timur, jadi seluruhnya. Kalau potensi yang paling besar, semua diwaspadai, ada yang di Lamongan, ada di Malang dan sebagainya, semua kita waspadai,” ujarnya.
Sementara itu Gubernur Jawa Timur Soekarwo juga mengajak para ulama serta tokoh agama di berbagai daerah, untuk ikut menyebarkan dan meluruskan pemahaman masyarakat mengenai ideologi radikal termasuk ISIS, yang tidak dapat diterima di seluruh wilayah Indonesia.
“Materi yang substantif ini kita bawa, besok akan kita buat kerjasama dengan MUI (Majelis Ulama Indonesia), terutama kyai besar dan kyai kampungnya seperti ini. Salah satu radikalisme itu anti tentang demokrasi, Pilkada ini dia gak setuju karena itu harus dengan khilafah itu gak perlu wakil Allah disitu kan, maka tidak perlu hasil demokrasi ini adalah hasil yang tidak bagus. Nanti dijelaskan disitu,” katanya.