NEW DELHI —
Menyelenggarakan pemilihan umum atau pemilu di negara demokrasi terbesar di dunia bukanlah tugas mudah. Mulai 7 April sampai lima minggu berikutnya, pemerintah India harus menghadapi tantangan logistik yang luar biasa untuk menjangkau lebih dari 814 juta pemilih di negara itu.
Dalam pemilu lima tahun lalu, helikopter-helikopter angkatan udara yang membawa para petugas pemilu tidak dapat mendarat di wilayah terpencil di atas Himalaya di wilayah Ladakh. Dengan penuh semangat, tim petugas berjalan 45 kilometer melewati salju selutut di pegunungan tinggi untuk menjangkau 35 orang pemilih.
Untuk pemilu bulan depan, para petugas bersiap menghadapi tantangan yang lebih besar lagi.
Sekitar 100 juta pemilih baru telah mendorong jumlah pemilih menjadi sekitar 814 juta orang, atau lebih besar dari populasi total di Eropa.
Undang-undang mengatur bahwa tidak seorang pun dari para pemilih, baik di kota yang padat atau desa di pegunungan terpencil, harus menempuh perjalanan lebih dari 2 kilometer untuk memberikan suara mereka. Wakil Komisioner Pemilu R. Balakrishnan mengatakan hal itu tidak selalu mudah.
Ia mencontohkan sebuah tempat pemilihan suara (TPS) dengan hanya satu pemilih di negara bagian Gujarat sebelah barat.
“TPS itu berada 32 kilometer di dalam hutan Gir. Untuk mendapatkan satu suara, kami harus mengirim tim petugas. Bahkan untuk satu suara pun kami berusaha menjangkaunya dengan melakukan segala daya upaya. Dan itu terkadang melibatkan semua moda transportasi, dari helikopter dan gajah dan unta dan terkadang berjalan selama beberapa hari," ujar Balakrishnan.
Para pengamat mengatakan mesin pemilihan elektronik yang dikirim dengan gerobak lembu menyimbolkan inti pemilu India -- sebuah latihan manajemen rumit yang berhadapan dengan negara berpenduduk beragam di mana infrastruktur modern belum dapat menjangkau setiap sudut.
Ada 930.000 bilik suara dan 11 juta petugas TPS dan keamanan selama sembilan hari pemilu antara 7 April sampai 12 Mei. Pada saat tenggat pencalonan ditutup, ada sebanyak 15.000 kandidat bersaing mendapatkan 543 kursi di parlemen dari sekitar 500 partai.
Saat menjadwalkan pemilu, Balakrishnan mengatakan para petugas harus mempertimbangkan festival lokal, musim panen dan jadwal ujian. Menghadapi musim panas dan monsoon, mereka juga harus mempertimbangkan kondisi cuaca. Pemilihan harus diadakan sebelum daerah-daerah di negara itu menghadapi banjir monsoon atau suhu terik di wilayah padang pasir yang akan menghambat para pemilih ke TPS.
Meski jumlah pemilih sangat banyak, pemungutan suara elektronik memungkinkan penghitungan suara selesai dalam satu hari.
Tantangan lain adalah menjamin berlangsungnya pemilihan yang adil. Di bagian timur negara itu, para pemberontak Maois yang menguasai wilayah pedesaan yang luas sering mencoba menyabotase pemilu. Di negara-negara bagian seperti Uttar Pradesh dan Bihar, upaya-upaya untuk mempengaruhi pemilih oleh preman adalah hal biasa.
Meski masih terjadi, tingkat kekerasan secara keseluruhan dalam pemilu di India telah menurun, sebagian karena komunikasi modern dan peningkatan keamanan, dan juga pemetaan TPS-TPS yang rentan, menurut Balakrishnan.
Jurnalis-jurnalis yang telah meliput pemilu sepakat tingkat kekerasan telah menurun. Manoj Joshi dari Observer Research Foundation mengatakan pada liputan pemilu pertamanya pada 1984, orang-orang kasta renda yang disebut dalit dipaksa tinggal di desa mereka dan diambil suaranya oleh orang lain.
“Kemudian di beberapa tempat lain, orang-orang bersenjata akan mengambil alih TPS dan membuat suara jatuh pada satu kandidat. Sekarang seluruh proses pemilu menjadi sangat aman, sehingga hal-hal itu tidak terjadi," ujar Joshi.
Masalah-masalah seperti upaya membeli suara masih ada, namun para analis mengatakan meski partai politik dan kandidat perlu upaya keras membersihkan sistem mereka, India berusaha sebaik mungkin saat pemilu tiba.
Dalam pemilu lima tahun lalu, helikopter-helikopter angkatan udara yang membawa para petugas pemilu tidak dapat mendarat di wilayah terpencil di atas Himalaya di wilayah Ladakh. Dengan penuh semangat, tim petugas berjalan 45 kilometer melewati salju selutut di pegunungan tinggi untuk menjangkau 35 orang pemilih.
Untuk pemilu bulan depan, para petugas bersiap menghadapi tantangan yang lebih besar lagi.
Sekitar 100 juta pemilih baru telah mendorong jumlah pemilih menjadi sekitar 814 juta orang, atau lebih besar dari populasi total di Eropa.
Undang-undang mengatur bahwa tidak seorang pun dari para pemilih, baik di kota yang padat atau desa di pegunungan terpencil, harus menempuh perjalanan lebih dari 2 kilometer untuk memberikan suara mereka. Wakil Komisioner Pemilu R. Balakrishnan mengatakan hal itu tidak selalu mudah.
Ia mencontohkan sebuah tempat pemilihan suara (TPS) dengan hanya satu pemilih di negara bagian Gujarat sebelah barat.
“TPS itu berada 32 kilometer di dalam hutan Gir. Untuk mendapatkan satu suara, kami harus mengirim tim petugas. Bahkan untuk satu suara pun kami berusaha menjangkaunya dengan melakukan segala daya upaya. Dan itu terkadang melibatkan semua moda transportasi, dari helikopter dan gajah dan unta dan terkadang berjalan selama beberapa hari," ujar Balakrishnan.
Para pengamat mengatakan mesin pemilihan elektronik yang dikirim dengan gerobak lembu menyimbolkan inti pemilu India -- sebuah latihan manajemen rumit yang berhadapan dengan negara berpenduduk beragam di mana infrastruktur modern belum dapat menjangkau setiap sudut.
Ada 930.000 bilik suara dan 11 juta petugas TPS dan keamanan selama sembilan hari pemilu antara 7 April sampai 12 Mei. Pada saat tenggat pencalonan ditutup, ada sebanyak 15.000 kandidat bersaing mendapatkan 543 kursi di parlemen dari sekitar 500 partai.
Saat menjadwalkan pemilu, Balakrishnan mengatakan para petugas harus mempertimbangkan festival lokal, musim panen dan jadwal ujian. Menghadapi musim panas dan monsoon, mereka juga harus mempertimbangkan kondisi cuaca. Pemilihan harus diadakan sebelum daerah-daerah di negara itu menghadapi banjir monsoon atau suhu terik di wilayah padang pasir yang akan menghambat para pemilih ke TPS.
Meski jumlah pemilih sangat banyak, pemungutan suara elektronik memungkinkan penghitungan suara selesai dalam satu hari.
Tantangan lain adalah menjamin berlangsungnya pemilihan yang adil. Di bagian timur negara itu, para pemberontak Maois yang menguasai wilayah pedesaan yang luas sering mencoba menyabotase pemilu. Di negara-negara bagian seperti Uttar Pradesh dan Bihar, upaya-upaya untuk mempengaruhi pemilih oleh preman adalah hal biasa.
Meski masih terjadi, tingkat kekerasan secara keseluruhan dalam pemilu di India telah menurun, sebagian karena komunikasi modern dan peningkatan keamanan, dan juga pemetaan TPS-TPS yang rentan, menurut Balakrishnan.
Jurnalis-jurnalis yang telah meliput pemilu sepakat tingkat kekerasan telah menurun. Manoj Joshi dari Observer Research Foundation mengatakan pada liputan pemilu pertamanya pada 1984, orang-orang kasta renda yang disebut dalit dipaksa tinggal di desa mereka dan diambil suaranya oleh orang lain.
“Kemudian di beberapa tempat lain, orang-orang bersenjata akan mengambil alih TPS dan membuat suara jatuh pada satu kandidat. Sekarang seluruh proses pemilu menjadi sangat aman, sehingga hal-hal itu tidak terjadi," ujar Joshi.
Masalah-masalah seperti upaya membeli suara masih ada, namun para analis mengatakan meski partai politik dan kandidat perlu upaya keras membersihkan sistem mereka, India berusaha sebaik mungkin saat pemilu tiba.