Dua jenderal tertinggi AS yang mengamati proses evakuasi dari Afganistan ketika negara itu jatuh ke tangan Taliban pada Agustus 2021, menyalahkan pemerintahan Presiden Joe Biden atas kekacauan yang terjadi dalam proses tersebut. Mereka mengatakan hal itu di hadapan anggota kongres pada Selasa (19/3), menyatakan bahwa pemerintah tidak merencanakan evakuasi dengan matang dan tidak memerintahkannya secara tepat waktu.
Kesaksian langka dari dua jenderal purnawirawan itu, untuk pertama kalinya mengungkap secara terbuka ketegangan dan perbedaan di antara para pemimpin militer dengan pemerintahan Biden pada hari-hari terakhir perang. Dua dari perbedaan utama itu, mencakup soal pihak militer yang menyarankan agar AS mempertahankan sedikitnya 2.500 anggota militer di Afganistan untuk menjaga stabilitas wilayah tersebut, dan juga kekhawatiran bahwa Departemen Luar Negeri mungkin tidak bergerak cepat untuk memulai evakuasi.
Pernyataan itu bertolak belakang dengan penilaian internal Gedung Putih terhadap keputusan-keputusan pemerintah yang mendapati bahwa keputusan-keputusan yang diambil Presiden Biden “sangat dibatasi” oleh sejumlah perjanjian penarikan pasukan sebelumnya, yang dirundingkan oleh mantan Presiden Donald Trump, serta menyalahkan militer, dengan mengatakan bahwa para komandan tertinggi telah menyatakan bahwa mereka memiliki sumber daya yang cukup untuk menangani evakuasi.
Sebanyak 13 anggota militer AS tewas dalam serangan bom bunuh diri yang terjadi di Gerbang Abbey di bandara Kabul pada hari-hari terakhir perang, ketika Taliban mulai mengambil alih kekuasaan di Afghanistan.
Ribuan warga Afghanistan dan AS yang panik berusaha mati-matian untuk menaiki pesawat militer AS yang mengangkut orang-orang keluar dari negara itu. Pada akhirnya militer AS mampu menyelamatkan lebih dari 130.000 warga sipil, sebelum pesawat militer AS yang terakhir berangkat meninggalkan negara itu.
Kekacauan itu adalah akibat kegagalan Departemen Luar Negeri AS untuk menyerukan evakuasi personel AS hingga semuanya telah terlambat, ungkap Mark Milley, mantan Kepala Staff Gabungan, dan Jenderal Frank McKenzie, purnawirawan Komando Pusat AS, kepada Komite Urusan Luar Negeri DPR.
“Pada tanggal 14 Agustus, keputusan operasi evakuasi non-tempur dibuat oleh Departemen Luar Negeri dan militer AS disiagakan dan dikerahkan dengan cepat, lebih cepat daripada yang bisa dilakukan oleh militer mana pun di dunia,” kata Milley.
Namun keputusan Departemen Luar Negeri AS itu terlalu terlambat, jelasnya.
“Kesalahan fundamental yang terjadi adalah waktu pengambilan keputusan dari Departemen Luar Negeri,” kata Milley. “Keputusannya diambil terlalu lambat dan terlalu telat.”
Perintah evakuasi harus datang dari Departemen Luar Negeri, namun dalam beberapa minggu dan bulan sebelum Kabul jatuh ke tangan Taliban, Pentagon menekan Departemen Luar Negeri untuk membuat rencana evakuasi, dan Pentagon risau bahwa departemen itu tidak siap, kata McKenzie.
“Kami menyiapkan pasukan ke wilayah setidaknya pada 9 Juli, namun kami tidak dapat melakukan apapun,” ujar McKenzie.
“Saya yakin bahwa apa yang terjadi di tengah dan akhir bulan Agustus 2021 adalah konsekuensi langsung dari menunda inisiasi untuk evakuasi selama beberapa bulan,” tambahnya. [ps/lt/rs]
Forum