Dana Penduduk Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNFPA) dan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), dengan dukungan pemerintah Jepang, meluncurkan program penanggulangan penyebaran infeksi dan dampak negatif COVID-19 terhadap kelompok penyandang disabilitas dan lanjut usia (lansia).
Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, mengatakan dalam situasi pandemi COVID-19 yang berkepanjangan, kelompok-kelompok rentan, yaitu seperti perempuan penyintas kekerasan; para lansia; dan penyandang disabilitas, kehilangan akses dan layanan sosial.
"Program ini, seperti yang tadi telah disampaikan juga, untuk memperkuat kapasitas pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil di daerah dalam meningkatkan pelayanan kesehatan dan pelayanan sosial kepada kelompok rentan khususnya penyandang disabilitas dan kelompok lanjut usia,” papar Andy Yentriyani.
Andy menambahkan program bertema “Leaving No One Behind: COVID-19 Responses for Women with Disabilities and Elderly in Indonesia” akan berjalan selama satu tahun. Program itu akan dilaksanakan di lima wilayah, yaitu Jabodetabek, Cirebon, Yogyakarta, Situbondo, dan Kupang.
Ahmad Avenzora, Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat Badan Pusat Statistik, mengungkapkan berdasarkan Susenas 2020, jumlah lansia mencapai hampir 10 persen penduduk Indonesia atau 26,82 juta orang. Dari jumlah itu 48,14 persen lansia mengalami keluhan kesehatan. Yang masuk kelompok lansia adalah penduduk berusia 60 tahun ke atas.
Woro Srihastuti, Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, berharap program itu dapat mendukung upaya pemerintah Indonesia memperkuat layanan bagi kelompok rentan dalam masa pandemi COVID-19.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019, terdapat lebih dari 25 juta jumlah penyandang disabilitas di Indonesia.
“Penyandang disabilitas ini lebih berisiko hidup di bawah garis kemiskinan. Akses mereka terbatas terhadap berbagai layanan dalam pengembangan sumberdaya manusia dan juga dalam hal komunikasi, informasi, teknologi serta aktivitas ekonomi,” papar Woro Srihastuti.
Rentan KDRT
Maulani Rotinsulu, Ketua Umum Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) mengatakan pandemi COVID-19 berdampak langsung pada peningkatan jumlah kekerasan berbasis gender dialami perempuan dari semua kelompok sosial dan ekonomi, termasuk perempuan disabilitas.
Survei singkat daring melibatkan 50 responden perempuan disabilitas pada 2020 di 14 provinsi menemukan 80 persen responden mengaku sesekali mengalami kekerasan dan 4 persen mengalami kekerasan hampir setiap hari.
“Dari responden yang mengalami kekerasan, mayoritas mengalami kekerasan psikis berupa penghinaan (48 persen) dan kekerasan fisik berupa pemukulan (10 persen),” kata Maulani memaparkan survei tersebut.
Ditambahkannya, survei itu juga menemukan sebanyak 68 persen responden tidak melaporkan kasus kekerasan yang menimpa dirinya kepada pihak berwenang karena mengikuti keinginan keluarga maupun karena intimidasi dari pelaku.
Menurutnya perlu upaya pemberdayaan perempuan disabilitas terkait hak reproduksi dan kemampuan melindungi diri sendiri serta penguatan sistem pendataan kasus-kasus kekerasan berbasis gender. [yl/ft]