“Saat ini sangat sulit. Saya sudah cari ke beberapa tempat. Saya di sini sejak tadi pagi jam 7.00 sudah mulai antre, jam segini baru bisa mulai mengisi oksigen.”
Demikian kata David, salah seorang warga Jakarta yang mencoba mengisi tabung oksigen miliknya di salah satu tempat pengisian ulang oksigen di kawasan Manggarai, Jakarta Selatan.
Selama beberapa hari ia sudah keliling ke sejumlah tempat, tetapi tidak membuahkan hasil. Dari informasi teman, Senin (5/7), ia datang ke Manggarai dan antre sejak pukul 07.00. Namun, David baru mendapat giliran mengisi tabung oksigennya pukul 11.00.
Melonjaknya jumlah warga yang terinfeksi virus corona membuat tidak semua pasien dapat dirawat di rumah sakit. Mereka yang memilih menjalani isolasi mandiri atau perawatan di rumah, berupaya bertahan dengan mengonsumsi obat-obatan untuk meredakan gejala dan menyiapkan tabung oksigen. Walhasil kebutuhan tabung oksigen pun melesat.
Harga melonjak
Sebagian pembeli yang antre di lokasi pengisian oksigen di Manggarai, Jakarta Selatan, mengatakan kepada VOA, jika sebelumnya harga tabung oksigen ukuran satu meter kubik berkisar antara Rp 550 ribu – Rp 750 ribu, kini harganya melonjak enam kali lipat menjadi Rp 3 juta - Rp 5 juta.
Tabung oksigen yang ada di Indonesia bervariasi dari mulai ukuran portabel 500 mililiter hingga ukuran besar, yaitu enam meter kubik.
Memahami kesulitan warga, Ervan, pemilik tempat pengisian tabung oksigen itu, mengatakan ia berusaha tidak menaikkan harga pengisian ulang oksigen. Ia membenarkan lonjakan permintaan oksigen dalam seminggu terakhir.
“Biasanya sehari melayani 40-60 orang. Sekarang bisa 100-150 orang. Untuk isi ulang per satu meter kubik, harganya sekarang 18 ribu rupiah. Untuk pengisiannya kita batasi satu orang maksimal lima tabung," ujar Ervan.
Namun, tidak semua orang seperti Ervan. Ada juga pemilik tempat pengisian tabung oksigen yang memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan.
Tinjauan VOA ke salah satu tempat pengisian oksigen di Jl. Industri, Kemayoran, Jakarta Pusat, menunjukkan kenaikan harga yang sangat tinggi. Pemilik tempat pengisian oksigen itu menolak berkomentar, tetapi salah seorang pembeli yang sedang antre mengatakan harga yang dipatok mencapai 75 ribu rupiah per satu meter kubik.
Warga yang menolak menyebutkan identitasnya itu mengatakan ia tidak punya pilihan lain karena tempat pengisian oksigen kini sangat terbatas.
“Oksigen Untuk Warga”
Menyadari kesulitan warga di tengah merebaknya pandemi mematikan ini, sejumlah warga yang sebelumnya telah menggelar “Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen Untuk Indonesia,” kini menggagas program “Oksigen Untuk Warga.”
Program yang memberikan dan meminjamkan tabung oksigen secara cuma-cuma itu diperuntukkan bagi warga yang membutuhkan di wilayah DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi.
Ditemui VOA di lokasi penyaluran tabung oksigen di daerah Utan Kayu, Jakarta Timur, pelaksana program itu, Arief Bobhill mengatakan program tersebut diperuntukkan bagi pasien COVID-19 yang terpaksa harus dirawat di rumah.
Sejak dijalankan pada 1 Juli lalu, sedikitnya 1.330 orang telah mengisi formulir permohonan yang informasinya dibagikan lewat media sosial.
Arief mengatakan gerakan itu muncul untuk merespons kelangkaan oksigen yang terjadi dua pekan terakhir. Dia menjelaskan warga yang membutuhkan oksigen bisa mendaftar melalui Google Form yang disediakan.
"Lalu ada tim assessment yang akan memberi informasi selanjutnya apakah mereka bisa dipinjamkan oksigen atau tidak. Bagi mereka yang bisa mendapat pinjaman tabung oksigen, mereka harus menandatangani persetujuan bahwa peminjaman tabung oksigen ini paling lama 7 hari," ujarnya.
Layanan tersebut disediakan gratis.
Arief menambahkan, mereka yang mengajukan permohonan akan dipilah sesuai kondisi kesehatan yang diderita. Tabung oksigen berukuran satu meter kubik yang sudah terisi dapat diantarkan ke alamat pemohon, atau diambil langsung ke lokasi yang telah ditentukan.
Frengki adalah salah seorang pemohon yang datang ke lokasi pengambilan tabung oksigen di Utan Kayu itu. Dia berharap masih dapat menyelamatkan salah seorang anggota keluarganya yang terpapar COVID-19. Seminggu sebelumnya, ayahnya meninggal karena COVID.
“Saya tidak ingin kehilangan orang lagi jadi saya akan berusaha semaksimal mungkin. Susahnya semua lokasi (pengisian tabung oksigen.red) ditutup. Situasi sulit sekali. Nyawa tidak dapat tertolong gara-gara oksigen tidak ada. Sekarang saya sudah dapat dan berharap bisa memberi keajaiban untuk sembuh," ujar warga Grogol, Jakarta Barat, kepada VOA.
Media dalam dan luar negeri mengkritisi kelangkaan oksigen seminggu terakhir ini. Tidak saja bagi mereka yang melakukan isolasi mandiri dan perawata di rumah saja, tetapi juga pasien di rumah-rumah sakit. Insiden yang paling memprihatinkan adalah ketika 63 pasien meninggal dunia karena kekurangan oksigen di RS Dr. Sardjito Yogyakarta, Sabtu lalu (3/7).
Maksimalkan Kapasitas Produksi
Menanggapi kelangkaan oksigen dan melonjaknya harga di tempat-tempat penjualan tabung serta pengisiannya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Senin (5/7), mengatakan akan memaksimalkan kapasitas produksi di tingkat nasional agar dapat dialihkan untuk memenuhi kebutuhan medis.
“Kami telah mendapatkan komitmen dari Kementerian Perindustrian agar konversi oksigen industri ke medis diberikan sampai 90%,” ujar Budi Gunadi.
Menurutnya kapasitas produksi oksigen per tahun di Indonesia mencapai 866 ribu ton, dengan utilisasi produksi pertahunnya 638.900. Dari jumlah itu 75 persen digunakan untuk industri dan 25 persen untuk medis. Dengan konversi ini, ia berharap jumlah oksigen untuk memenuhi kebutuhan nasional akan mencapai 575 ribu ton.
Berdasarkan data Kemenkes, total kebutuhan oksigen untuk perawatan intensif dan isolasi pasien COVID-19 saat ini mencapai 1.928 ton/hari, sementara kapasitas yang tersedia ada 2.262 ton/hari. Dengan demikian, ditargetkan untuk wilayah Jawa-Bali bisa memasok oksigen sebanyak 2.262 ton/hari.
Kelangkaan pasokan oksigen di beberapa daerah diduga karena belum optimalnya rantai distribusi, terutama ke daerah-daerah di mana wabah sedang menyebar luas.
“Kami menyadari ada isu terkait distribusi. Karena memang di Jawa Tengah adalah daerah paling sedikit produksi oksigennya, paling banyak di Jawa Barat dan Jawa Timur, jadi kita harus ada logistik yang disalurkan ke sana,” ujar Budi Gunadi dalam pernyataan tertulis pada Senin (5/7) sore.
Kesulitan lain, tambahnya, karena kurang likuidnya proses pengisian oksigen karena banyaknya rumah sakit yang menggunakan tabung, seiring dengan penambahan tempat tidur darurat. Walhasil yang seharusnya dapat dikirimkan dalam truk besar dan dipindahkan ke tanki besar, untuk kemudian disalurkan dalam jaringan oksigen, saat ini harus dimasukkan ke dalam tabung-tabung kecil. Ini turut mempengaruhi waktu pengisian oksigen.
Guna memenuhi kebutuhan di ruang perawatan darurat di rumah-rumah sakit, Kementerian Kesehatan telah melakukan koordinasi dengan Kementerian Perindustrian untuk mengimpor tabung oksigen enam meter kubik dan satu meter kubik. [iy/em]