Sejumlah penelitian yang dilakukan para pakar mengonfirmasi adanya pencemaran logam berat di Pelabuhan Belawan yang bisa mengancam kesehatan warga dan mencemari biota laut. Logam berat tersebut bersumber dari aktivitas pelabuhan, masyarakat, limbah industri, dan intrusi air laut yang memperburuk kualitas lingkungan.
Salah satu penelitian terkait pencemaran tersebut dilakukan oleh dosen Teknik Lingkungan Universitas Teknologi Sumbawa di Nusa Tenggara Barat, Yuni Yolanda, pada 2019. Penelitian itu menemukan tingkat pencemaran timbal di perairan itu masih tergolong ringan, sementara tingkat pencemaran kadmium lebih serius.
Penelitian itu menyatakan kondisi perairan Pelabuhan Belawan berdasarkan indeks beban pencemaran menunjukkan sekitar 90 persen dari area tersebut dapat dikategorikan sebagai kelas tercemar ringan. Sedangkan 10 persen sisanya termasuk dalam kategori tercemar sedang. Lokasi dengan tingkat pencemaran tertinggi terletak di muara Sungai Deli.
“Penemuan ini menegaskan bahwa aktivitas di Pelabuhan Belawan, sebagaimana letaknya di muara Sungai Belawan bukan penyebab utama pencemaran logam berat di sekitar wilayah tersebut. Sebaliknya, analisis menunjukkan bahwa sumber pencemaran logam berat berasal dari kegiatan antropogenik yang berlangsung sepanjang aliran sungai seperti aktivitas urbanisasi, industri, dan berbagai kegiatan manusia lainnya,” jelas Yuni kepada VOA.
Direktur Walhi Sumatra Utara, Rianda Purba, mengatakan kontaminasi logam berat di Perairan Belawan diduga bersumber dari aktivitas industri yang ada di kawasan pesisir tersebut.
Kawasan pesisir memang kerap dianggap sebagai wilayah yang rentan terhadap pencemaran karena adanya beragam aktivitas di wilayah tersebut, mulai dari industri, arus pelayaran, dan antropogenik atau bencana yang disebabkan manusia. Bukan hanya itu, muara sungai yang tercemar karena adanya aktivitas sepanjang aliran dari hulu ke hilir juga menyebabkan wilayah pesisir dan perairan rentan terhadap permasalahan serta risiko pencemaran, salah satunya kandungan logam berat. Daya racun yang kuat (toksisitas tinggi) pada logam-logam berat tersebut dapat menurunkan kualitas air dan meracuni organisme makhluk hidup lainnya.
VOA sendiri turut menguji kandungan logam berat apa saja yang terdapat di Perairan Belawan dengan mengambil sampel air laut diambil dari sekitar permukiman masyarakat di Kampung Nelayan Seberang, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan. Air laut itu kemudian diujikan di Laboratorium Kimia Analitik Universitas Sumatra Utara.
Data laboratorium menunjukkan adanya kandungan timbal 0,270 mg/l dan kadmium 0,038 mg/l pada sampel air laut perairan Belawan. Kandungan unsur logam berat yang terdapat pada sampel itu telah melebihi baku mutu air laut, yaitu timbal 0,05 mg/l dan kadmium 0,01 mg/l ,merujuk pada Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut.
Dampak pada Kesehatan
Yuni menjelaskan kontaminasi logam berat di Perairan Belawan dapat menimbulkan berbagai bahaya serta dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan manusia. Logam berat dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk kerusakan ginjal, kerusakan hati, dan gangguan neurologis.
“Logam berat dapat terakumulasi dalam organisme hidup seperti ikan dan kerang. Jika manusia mengonsumsi organisme-organisme ini, maka logam berat dapat mengakibatkan akumulasi dalam tubuh manusia dan berpotensi menyebabkan efek kesehatan yang serius,” ucap Yuni.
Bukan hanya itu, kontaminasi logam berat di Perairan Belawan dapat mengganggu industri perikanan lokal dengan merusak stok ikan dan organisme perairan lainnya. Ini dapat berdampak negatif pada mata pencaharian nelayan dan ekonomi daerah.
“Logam berat juga dapat merusak struktur dan fungsi ekosistem perairan, termasuk terumbu karang, padang lamun, dan ekosistem lainnya. Hal ini dapat mengganggu keragaman hayati dan keseimbangan ekosistem,” ungkap Yuni.
Namun, pakar kesehatan lingkungan dari Universitas Indonesia, Profesor Budi Haryanto, mengatakan logam berat memang tidak bisa secara ekslusif menjadi pemicu utama timbulnya penyakit. Namun, bagi masyarakat yang hidup di wilayah berisiko tetap bisa menjadi rentan mengalami penyakit akibat kontaminasi logam berat.
“Kalau bicara dampak kesehatannya itu bisa dicampur dengan paparan yang lain. Jadi tidak ekslusif (karena logam berat). Ketika makan dan minum itu juga ada kimia, serta logam berat lewat kulit juga itu (penggunaan skincare -red). Ketika di dalam tubuh itu bercampur jadi enggak bisa ekslusif untuk logam berat dan menyebabkan penyakit. Tapi untuk masyarakat yang berada di wilayah berisiko itu bisa diidentifikasi,” kata Budi kepada VOA.
Menurut Budi meskipun paparan logam berat dalam jangka pendek belum memberikan efek kesehatan yang signifikan. Namun paparan logam berat tetap bisa menjadi masalah serius bagi kesehatan.
“Kalau jangka pendek memerlukan konsentrasi kuat dan tingkat toksisitasnya juga harus harus tinggi. Tapi kebanyakan paparan logam berat ini buat populasi umum masih sedikit. Banyak yang sifatnya akumulatif,” ucapnya.
Budi menjelaskan salah satu unsur logam berat seperti timbal dapat merusak sistem pembentukan sel darah, gangguan sistem saraf pusat yang dapat memengaruhi kecerdasaan seseorang, gangguan ginjal, dan hipertensi.
Cemaran logam berat seperti timbal juga dapat menjadi pemicu stunting atau tengkes pada anak. Stunting pada anak bisa terjadi karena adanya pencemaran lingkungan yang bermula dari kurangnya asupan zat besi sehingga menyebabkan peningkatan penyerapan timbal. Hal itu mampu menganggu pertumbuhan pada anak.
“Pada anak-anak bisa stunting. Logam berat pada ibu hamil bisa masuk ke janin. Kalau ibunya terpapar oleh logam berat bisa kesulitan dalam melahirkan. Kalau melahirkan (secara) sehat, bayinya kemungkinan mengalami autis,” jelas Budi.
Kasus stunting di wilayah Kecamatan Medan Belawan bisa dikatakan cukup tinggi. Setidaknya pada Juli 2023 tercatat ada 60 balita mengalami stunting. Selain itu sebanyak 6.305 keluarga di Kecamatan Medan Belawan tercatat berisiko stunting, seperti dikutip dari laman resmi Pemerintah Kota Medan.
Kesimpulan yang didapat terkait kasus stunting di Kecamatan Medan Belawan bukan hanya persoalan gizi, tapi juga diduga karena pencemaran logam berat di perairan Belawan.
Tindak Lanjut
Masalah pencemaran logam berat di Perairan Belawan tidak bisa dianggap remeh. Yuni berpendapat, solusi untuk mengatasi masalah ini adalah melakukan pembersihan sungai dari pencemaran limbah.
“Upaya-upaya untuk mengurangi pelepasan logam berat ke sungai dan peningkatan pengelolaan limbah dari aktivitas manusia akan menjadi langkah-langkah yang sangat diperlukan. Itu untuk menjaga kualitas perairan dan melindungi ekosistem serta kesehatan manusia di wilayah tersebut,” katanya.
Sementara Walhi Sumut merekomendasikan agar pemerintah melakukan pemulihan terhadap lingkungan dan masyarakat di kawasan pesisir Belawan yang terdampak akibat kontaminasi logam berat.
“Harus ada kompensasi dampak kerugian yang dirasakan masyarakat. Ini semua sudah ada mandat dari UU No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup,” pungkas Rianda.
Ia juga mendesak pemerintah mengaudit pabrik-pabrik yang ada di kawasan Belawan untuk mengetahui mekanisme pengelolaan limbah dari aktivitas industri tersebut.
“Pemerintah sudah bisa mendorong penegakan hukum terhadap perusahaan yang melanggar tanggung jawab lingkungannya karena sudah mencemari lingkungan dan warga terdampak langsung akibat pencemaran air,” kata Rianda kepada VOA.
Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Sumut dan Dinas Kesehatan Kota Medan tidak merespons pertanyaan VOA terkait kondisi di Pebuhan Belawan.
Tidak Tahu
Meskipun banyaknya bahaya akibat kontaminasi logam berat di Perairan Belawan. Namun masyarakat yang hidup turun temurun di perairan Belawan tak begitu mengetahui kondisi tersebut. Hal itu diungkapkan oleh Sarawiah salah seorang warga di Kampung Nelayan Seberang, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan.
“Warga enggak begitu paham (dengan kontaminasi logam berat),” ucapnya kepada VOA.
Sarawiah mengaku tidak pernah ditemukan kasus gangguan kesehatan akibat dampak logam berat.
“Tidak pernah kasus itu ditemukan karena pencemaran air laut karena logam berat. Tapi kebanyakan itu alergi karena ada beberapa kasus anak-anaknya tidak tahan makan udang jadi alergi. Itu sering,” katanya. [aa/ah]
Forum