Pendukung konservatif untuk menyediakan senjata nuklir bagi sekutu militer terdekat Amerika di Asia bisa bergerak dari pinggir ke arus utama politik jika Donald Trump menjadi presiden Amerika Serikat berikutnya. Wartawan OA Brian Padden melaporkan dari Seoul, bahwa komentar yang dibuat oleh calon presiden Partai Republik tentang melepaskan diri dari Asia itu telah menimbulkan keraguan tentang komitmen AS terhadap keamanan di kawasan, dan memperkuat argumen yang mengatakan sekutu regional harus memiliki senjata nuklir untuk melindungi diri mereka sendiri.
Selama kampanye pemilihan presiden AS, kandidat Partai Republik Donald Trump telah memberi saran untuk memungkinkan Jepang dan Korea Selatan mempersenjatai diri dengan senjata nuklir, dan menarik pasukan dari negara-negara yang tidak setuju membayar lebih banyak untuk pangkalan militer AS di negara mereka.
Saat ini 28.500 tentara AS yang ditempatkan di Korea Selatan dan 54.000 di Jepang. Tokyo dilaporkan membayar sekitar $1,6 miliar, dan Seoul membayar lebih dari $866 juta per tahun kepada Washington untuk pangkalan militer di negara mereka.
Beberapa pakar mengatakan kesediaan Trump untuk mempertimbangkan senjata nuklir bagi sekutunya, jika diberlakukan, akan melanggar Perjanjian Non-proliferasi Nuklir.
"Jika sekutu AS mempertahankan diri mereka sebagaimana dikatakan Trump, aliansi akan rusak, dan itu akan menyebabkan dampak domino nuklir di Asia," kata Moon Keun-Sik dari Forum Pertahanan dan Keamanan Korea.
Meskipun kekhawatiran sudah dimulai ketika China menjadi kekuatan nuklir, atau yang lebih baru terkait program nuklir Korea Utara, Washington telah mampu membujuk atau menekan sekutu-sekutunya di Asia agar bergantung pada "payung nuklir" untuk perlindungan.
Namun, ancaman Trump untuk keluar dari Asia bisa memperkuat suara minoritas di Parlemen Jepang dan Majelis Nasional Korea Selatan yang mengatakan bahwa mereka tidak bisa lagi bergantung pada Amerika Serikat untuk perlindungan.
"Jika pernyataan Trump menjadi kenyataan, akan ada politisi yang setuju dan saya yakin banyak yang akan antusias," kata Profesor Hiroshi Nunokawa dari Universitas Hiroshima.
Mempersenjatai Korea Selatan dan Jepang dengan senjata nuklir mungkin akan meningkatkan ketegangan regional, melegitimasi program nuklir Korea Utara, dan mengakhiri dukungan China dan Rusia untuk sanksi internasional terhadap pemerintah Kim Jong-un.
Meskipun Trump masih calon dan belum presiden, kata-katanya bergaung di Asia, dan banyak yang percaya pada pesannya, apakah disengaja atau tidak, bisa merusak kepercayaan pada komitmen Amerika di wilayah tersebut.
Sementara itu, Trump mulai mencari penasihat-penasihat kunci untuk masuk ke Gedung Putih, jika dia memenangkan pemilihan umum bulan November.
Milyarder real estate itu hari Senin memilih salah satu mantan penantangnya untuk nominasi calon presiden dari Partai Republik, Gubernur New Jersey Chris Christie, sebagai ketua tim transisinya jika dia memenangkan pemilu untuk menggantikan Presiden Barack Obama.
Christie, seperti Trump, adalah tokoh masyarakat yang vokal, mundur dari persaingan memperebutkan posisi calon presiden pada bulan Februari, setelah duduk pada posisi keenam dalam pemilihan pendahuluan di New Hampshire yang dimenangkan Trump. Christie kemudian mendukung upaya Trump untuk meraih nominasi Partai Republik dan telah muncul beberapa kali dalam rapat umum Trump.
Beberapa analis politik AS telah menyebut Christie, 53 tahun, yang pernah menjabat sebagai jaksa federal, kemungkinan besar akan menjadi wakil presiden Trump, meskipun Trump belum mengatakan secara terbuka siapa yang sedang dipertimbangkannya.
Trump, mantan pembawa acara realitas di televisi yang belum pernah menduduki jabatan hasil pilihan rakyat, juga telah menunjuk menantunya, Jared Kushner, penerbit mingguan The New York Observer dan kepala perusahaan pengembangan real estate, untuk memetakan rencana transisi ke Gedung putih.
Mengingat Trump tidak berpengalaman dalam dunia politik, sedikit yang bisa diketahui tentang nama pemegang posisi-posisi kunci jika dia menang.
Beberapa tokoh Partai Republik yang terkemuka, termasuk dua mantan penghuni Gedung Putih, Presiden George H.W. Bush dan anaknya, Presiden George W. Bush, telah menolak untuk mendukung Trump. Ketua DPR Paul Ryan, anggota partai yang saat ini memegang jabatan tertinggi, mengatakan dia “masih belum siap" untuk mendukung Trump.
Trump telah memenangkan dukungan luas dari pemilih Partai Republik di banyak negara bagian dengan kampanyenya yang menjanjikan pendeportasian 11 juta imigran yang tinggal secara ilegal di Amerika Serikat, pembangunan tembok di sepanjang perbatasan Meksiko untuk mencegah lebih banyak migran, dan proposal untuk melarang sementara Muslim masuk AS.
Tapi Ryan dan para pemimpin Republik lainnya krank mendukung Trump sebagai calon presiden partai karena sikap anti-imigrasi, gambarannya tentang migran Meksiko sebagai pemerkosa dan orang-orang yang menyalahgunakan narkoba, dan beberapa komentarnya yang merendahkan perempuan. [as/ab]